BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes
mellitus merupakan
salah satu penyakit degenerative yang menjadi ancaman utama pada umat manusia
pada abad ke 21. Diabetes mellitus merupakan salah
satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Dibetes mellitus sering di sebut dengan The Great
Imitator,
yaitu penyakit yang mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan, sehingga seseorang
tidak menyadari bahwa adanya berbagai macam perubahan pada dirinya. Perubahan
seperti minum lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering, berat badan
terus menurun, dan berlangsung cukup lama, biasanya tidak diperhatikan, hingga
baru di ketahui setelah kondisi menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa darahnya (Mirza,
2012).
DM adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik dengan
ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin
atau keduanya. Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke,
gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi
jika anggota badan menderita luka gangren. DM yang tidak ditangani dengan baik
angka kejadian komplikasi dari DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi cedera kaki diabetes (Waspadji, 2010).
Waspadji (2010) lebih lanjut menyebutkan bahwa penderita DM
dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan
pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar (makrovaskuler),
manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral,
jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah).
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkolosis paru dan infeksi kaki,
yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus atau gangren diabetes.
Menurut Waspadji (2010), Cidera
cedera kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan cedera kaki diabetes sering kali berakhir dengan kecacatan
dan kematian. Di negara maju cedera kaki diabetes masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan
adanya klinik cedera kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan
primer, nasib penderita cidera kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka
kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun
sebanyak 49%-85%.
Masalah cidera kaki diabetes di
Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah yang kompleks. Angka kematian
dan angka amputasi masih tinggi, sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2012).
Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3%
akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca operasi. Hal tersebut membuktikan bahwa di Indonesia masalah cedera
kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola secara
maksimal. Belum lagi masalah biaya pengobatan yang tidak terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
Komplikasi dari Diabetes Mellitus
yang sering adalah ulkus diabetes, beberapa faktor secara bersamaan berperan
terjadinya ulkus diabetes. Di mulai dari faktor pengelolaan penderitan Diabetes
penyakitnya yang kurang baik, adanya neuropati perifer, dan autonom. Faktor
komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor
kerentaan terhadap infeksi akibat respon kekebalan tubuh yang menurun pada
keadaan Diabetes Mellitus tidak terkendali, serta faktor ketidaktahuan pasien
(Suyono, 2007).
Berdasarkan bukti epidemologi
terkini, jumlah penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia saat ini mencapai
20 juta (8,4 %), dan di perkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada tahun
2025. Alasan peningkatan ini termasuk meningkatnya angka harapan hidup dan
pertumbuhan populasi yang tinggi, dua kali lipat disertai peningkatan angka
obesitas yang di kaitkan dengan urbanisasi dan ketergantungan terhadap makanan
olahan
(WHO, 2009). Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan tahun 2001 dalam The Soedirman Journal of Nursing (2008),
penyakit DM mempunyai populasi terbesar dunia di kawasan Asia. Indonesia
menempati peringkat ke-4 dunia, setelah India, China, dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data dari Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013, prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia berdasarkan
wawancara adalah 2,1% (15.169 jiwa dari 722.329 jiwa). Angka tersebut lebih
tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi (93,9%)
menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti.
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Provisinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 Diabetes Mellitus menempati
urutan ke 2 dari 12 penyakit yang tidak menular di Jawa Tengah yaitu sebanyak
95.342 (14,96%) jiwa dari jumlah 620.293 jiwa.
Sedangkan, data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Klaten pada tahun 2013 Diabetes Mellitus menempati urutan
ke 3 dari 11 penyakit yang tidak menular di Klaten sebanyak 360 (0,4%) jiwa
penderita DM tipe I disebut juga Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan 12.989 (14,7%) jiwa
penderita DM tipe II disebut
juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NDDM).
Data yang di dapat dari sub
bagian rekam medic mulai tanggal 01 januari 2014 sampai tanggal 24 desember
2014 RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten jumlah pasien Diabetes Mellitus yang
di rawat inap sebanyak 95 pasien, dengan pasien laki – laki sebanyak 50 dan
pasien perempuan sebanyak 45. Dengan umur 25-44 tahun sebanyak 16 pasien , umur
45-64 sebanyak 64 pasien dan umur lebih dari 65 tahun sebanyak
14 pasien, yang menderita
komplikasi sebanyak 6 orang, dan yang meninggal sebanyak 8 orang (Study
Pendahuluan RM RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten).
Fenomena tersebut memerlukan upaya efektif untuk mencegah terjadinya luka
pada penderita DM. Upaya tersebut dapat berupa preventif, promotif, kuratif,
dan rehabilitatif. Pemeriksaan dan perawatan kaki pada pengelolaan kaki
diabetes merupakan upaya yang diutamakan pada keperawatan keluarga. Pemakaian
alas kaki dianjurkan untuk mencegah cedera kaki.
Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes di RSUP Dr
Soeradji Tirtonegoro Klaten yaitu dengan debridemen jaringan nekrotik atau
jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka,
debridemen antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, debridemen
jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih
ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur, kompres
Nacl.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik
untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan bermutu tentang
penyakit Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus, sehingga penulis mengambil
Karya tulis ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Ulkus
Diabetes Melitus Pedis Dextra Di Ruang Dahlia Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan secara
profesional dan bermutu pada pasien
dengan System Endokrin: Diabetes Mellitus secara komperehensif yang meliputi aspek biologis,
psikologis, sosiologi, dan spiritual. Serta mendapat pengalaman nyata dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Mellitus dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang dilaksanakan di Ruang Dahlia RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Diabetes Mellitus penulis diharapkan mampu :
a.
Melakukan pengkajian pada pasien
dengan Diabetes Mellitus.
b.
Menentukan masalah keperawatan pada
pasien dengan Diabetes Mellitus.
c.
Merencanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
d.
Melaksanakan
tindakan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
e.
Melakukan
evaluasi pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
f.
Mendokumentasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
g. Memberikan
asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan metode proses
keperawatan.
h. Mendidik
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada
di bawah tanggung jawabnya.
i. Mengelola
pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan
dalam kerangka paradigma keperawatan.
j. Mengidentifikasi
masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
C. Manfaat
1.
Bagi Bidang
Akademik
Karya Tulis Ilmiah Asuhan
Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan tambahan
daftar kepustakaan yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi dari
perbandingan dalam pembuatan laporan tugas akhir selanjutnya, khususnya bagi intitusi
dan mahasiswa Stikes Muhammadiyah Klaten.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit / Bidang Pelayanan
Masyarakat
Dapat dijadikan masukan dan
informasi bagi seluruh praktisi kesehatan dalam menentukan kebijakan atau dapat
dijadikan dalam pengambilan keputusan untuk pemberian asuhan keperawatan pada
pasien Diabetes Mellitus.
3.
Bagi Profesi
Keperawatan
Memberi masukan
dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan profesi keperawatan yang profesional.
4. Bagi Pasien
Agar pasien dan keluarga
mampu mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus cara merawat keluarga dengan Diabetes
Mellitus serta mampu mencegah komplikasi yang bisa terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus.
5. Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini sebagai dasar melakukan asuhan
keperawatan serta menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya Diabetes Mellitus.
D. Metodologi
1.
Tempat
dan waktu pelaksanaan
Ruang lingkup laporan study kasus
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini mengacu pada masalah Asuhan Keperawatan
pada Ny.M dengan Ulkus Diabetes Melitus Pedis Dextra di Ruang Dahlia RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, yang
dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 18 December 2014 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang komperehensif yang meliputi pengkajian data, klasifikasi data, analisa
data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
asuhan keperawatan.
2.
Teknik
pengumpulan data:
Dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan studi kasus yaitu :
a.
Dengan
melihat kondisi saat ini dan menyelesaikan masalah yang timbul dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan
masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b.
Observasi
partisipasif, yaitu pengamatan yang dilakukan penulis secara langsung dan ikut
serta memberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam.
c.
Wawancara,
yaitu kesatuan tanya
jawab antara penulis dan pihak yang terkait dengan kegiatan penyusunan karya
tulis antara pasien, keluarga, perawat ruangan.
d.
Dokumentasi,
yaitu dengan melihat catatan medic dan perawatan yang pernah dilakukan.
e.
Studi
Pustaka atau Literatur, yaitu mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan
penyakit Diabetes Mellitus.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Medik
1.
Pengertian
Diabetes melitus adalah ganguuan
metabilosme yang di tandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang di sebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati
(Yuliana elin,2009).
Diabetes mellitus adalah gangguan
metabolisme yang secara ginetis dan klinis termasuk heterogen dan manifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat, protein dan lemak. Jika telah
berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemi puasa post dan pandrial, penyakit vaskular mikroangiopati, dan
neuro pati (Prince & Wilson, 2006).
Ulkus adalah luka terbuka pada
permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang
luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit menyebabkan
ulkus menjadi bau, ulkus diabeticum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit Diabetes Mellitus dengan neuropati perifer (Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006).
Ulkus diabetic
merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalisat serta kecacatan penderita Diabetes Mellitus kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Ulabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosclerosis pada dinding
pembuluh darah
(Corwin , 2009).
Ulkus Kaki Diabetes (UKD) merupakan
komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus
kaki diabtes merupakan komplikasi yang serius akibat Diabetes Mellitus (Ilmu
Penyakit FKUI, 2006).
2.
Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu:
(Corwin, 2009).
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen
sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) / Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (DMTTI).
Sembilan
puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin)
atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen
dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral
tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena
kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes
yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
3.
Anatomi
fisiologi
Sebagai organ, pankreas
memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang memegang peranan
penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang menghasilkan hormon
insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur
berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak
dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1
juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat
dibedakan sebagai :
a.
Sel
alfa (penghasil glukagon)
(lebih
kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b.
Sel
beta (penghasil insulin)
(Lebih kurang
80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari proinsulin.
Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam
amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan
dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida
penghubung (connecting peptide).
c.
Sel
D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau) yang menghasilkan somatostatin.
d.
Sel
PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.
Insulin adalah peptida
dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun
dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari
30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara
A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan
disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai.
Sekresi insulin umumnya
dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena
insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral. Karena itu perparat insulin umumnya
diberikan secara suntikan subkutan. Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari
kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi
alergi.
Manfaat insulin :
a.
Menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan.
b.
Menaikkan
penguraian glukosa secara oksidatif.
c.
Menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen.
d.
Menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Insulin bekerja dengan
jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja
insulin. Pertama, melibatkan proses fosforilase yang berasal dari aktifitas
tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose
transporter-4, transferin, reseptor low-density
lipoprotein (LDL), dan reseptor
insulin-like growth
factor II (IGF-II),
akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan
sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan yang
menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari
glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second
messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel
dengan jalan mengaktifkan protein kinase ( Agus, Anne & Arthur FD. Grant’s
atlas anatomy 12 th ed
wolters kluwer, canada. 2009 hal 135).
4.
Etiologi
a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor
genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetik
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor
imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
3) Faktor
lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi
sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi
sel β pancreas.
b.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
(DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995 cit
Indriastuti 2008). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: usia (resistensi insulin cenderung meningkat
pada usia di atas 65 tahun), obesitas dan riwayat keluarga dan kelompok.
5.
Insiden
Angka prevalensi DM di dunia telah
mencapai jumlah wabah atau EPIDEMI. WHO memperkirakan pada negara berkembang
pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (Diabetes Atlas, 2013). Saat ini, DM
di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 230 juta, hampir mencapai proporsi 6% dari
populasi orang dewasa. Diperkirakan 20 tahun mendatang jumlah penderita DM akan
mencapai 350 juta. Setiap 10 detik ada orang yang meninggal terkait dengan DM.
DM merupakan penyakit epidemi tersembunyi yang memakan korban setiap tahunnya
setara dengan angka kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS. Tahun 2012
diperkirakan menyebabkan angka kematian 3,5 juta orang.
DM Tipe 2 adalah penyakit yang
disebabkan oleh faktor genetik dan/atau lingkungan, yang biasanya muncul saat
usia dewasa. DMT2 bertanggung jawab atas 90-95% kasus DM. Amputasi sampai 1
juta tindakan setiap tahunnya, katarak, dan paling tidak ada 5% kebutaan di
tingkat dunia terkait dengan retinopati diabetik. DM menjadi penyebab tersering
dari Gagal Ginjal pada negara berkembang dan bertanggung jawab terhadap
tingginya angka biaya hemodialisis. WHO memperkirakan di tahun 2000 jumlah
penderita DM di Indonesia 8,426,000, dan di tahun 2030 diperkirakan mencapai
21,257,000.
6.
Patofisiologi
Patofisiologi menurut Bare &
Smeltzer 2005
a.
Diabetes
Mellitus Tipe 1
Pada Diabetes Mellitus
Tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β
pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat tersimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginkal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar; akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine,
ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidpsi).
Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat
badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukeogenesis (pembentukan glukosa
dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defiensi
insulin, proses ini akan tejadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang akan
menimbulkan peningkatan badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan dan akan menyebabkan ketoasidosis diabetikum.
b.
Diabetes
Mellitus Tipe 2
Pada diabetes tipe 2 ini
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe 2 ini disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2 ini, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi benda keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi, akan tetapi apabila diabetes tipe 2 ini tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainnya yaitu sindrom hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik (HHNK).
Akibat toleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat
berjalan tanpa deteksi. Gejala yang dialmi pasien tersebut merupakan gejala
ringan yang mencakup kelelahan, irritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang lama sembuh atau pandangan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi).
c.
Diabetes
Gestasional
Terjadi pada wanita yang
tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia pada masa kehamilan akibat sekresi
hormon-hormon plasenta. Namun, setelah melahirkan, kadar glukosa pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
7.
Manifestasi
klinis
Manifestasi kilinis DM dikaitkan
dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin (Prince , Sylfia A Wilson ,
Lorraine M 2008).
a.
Glukosuria
b.
Poliuria
c.
Polidipsia
d.
Polifagia
e.
Kelalahan
f.
Mengantuk
g.
Berat
badan menurun
h.
Kesemutan
i.
Gatal
dan mata kabur
8.
Test
Diagnostik
Test diagnostik pada penderita
diabetes melitus menurut Elizabeth J.Corwin, 2004 yaitu :
a.
Pemeriksaan
darah memperlihatkan peningkatan glukosa darah lebih dari 140mg per 100ml darah
pada dua kali pengukuran.
b. Glukosa dalam urin adalah nol, tetapi
apabila kadar glukosa dalam darah lebih besar dari 180mg per 100ml mka glukosa
akan keluar bersamaan dengan urin.
c. Keton dalam urin, terutama pada
individu dengan diabetes tipe 1 yang tidak terkontrol.
d.
Peningkatan
hemoglobin terglikosilasi. Selama 120 hari masa hidup sel darah merah,
hemoglobin secara lambat dan irreversibel mengalami glikosilasi.dalam keadaan
normal sekitar 4-6%.
9.
Komplikasi
Menurut Subekti (2005; 161) komplikasi
dari diabetes mellitus adalah
a.
Komplikasi
Metabolik Akut
Disebabkan oleh perubahan yang relatif
akut dari konsentrasi glukosa plasma
1)
Hipoglikemia
Dapat terjadi karena
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan terlalu
sedikit atau karena aktivitas yang berlebihan.
2)
Diabetes
Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini akan
mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang dimanifestasikan dengan adanya
dehidrasi, asidosis dan kehilangan elektrolit.
3)
Sindroma
Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Yaitu keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran (sense of awareness).
b.
Komplikasi
Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang
diabetes dapat menyerang semua sistem organ tubuh
1)
Komplikasi
Makrovaskuler
Mengakibatkan aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar.Tipe penyakit makrovaskuler ini tergantung pada lokasi
lesi aterosklerotik.
2)
Komplikasi
Mikrovaskuler
Disebut juga
mikroangiopati ditandai dengan penebalan membran basalis pembuluh kapiler.
3)
Retinopati
Diabetik
Disebabkan oleh perubahan
dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina.
c.
Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati
diabetik
2) Retinopati
diabetik
3) Nefropati
diabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan
koroner
6) Ulkus/gangren
Derajat
ulkus kaki diabetic menurut Margareth dan Clevo
(2012)
(1) Grade
0 : tidak
ada lesi terbuka, kulit masi utuh disertai dengan
pembentukan kalus.
(2) Grade I : kerusakan hanya sampaipermukaan kulit
(3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(4) Grade
III : terjadi
abses dalam deengan atau tanpa osteomielitis.
(5) Grade IV : Gangren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
(6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai.
10. Penatalaksanaan
Menurut Soegondo (2006: 14),
penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus meliputi :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki
kesehatan umum penderita.
2) Mengarahkan
pada berat badan normal.
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan
kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita.
7) Menarik
dan mudah diberikan.
Prinsip
diet DM, adalah :
1) Jumlah
sesuai kebutuhan.
2) Jadwal
diet ketat.
3) Jenis:
boleh dimakan / tidak.
Tabel
2.1 Diit DM sesuai dengan paket-paket
yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Macam diit
|
Kalori
|
Protein ( gr
)
|
Lemak ( gr )
|
Karbohidrat
|
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
|
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
|
50
55
60
65
70
80
85
90
|
30
35
40
45
50
55
60
65
|
160
195
225
260
300
325
350
390
|
Diit I s/d III : diberikan kepada
penderita yang terlalu gemuk.
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat
badan normal.
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus.
Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah
diikuti pedoman 3 J yaitu :
J I : jumlah
kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah.
J II : jadwal
diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis
makanan yang manis harus dihindari.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus :
BB
(Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
1) Kurus
(underweight) : BBR < 90 %
2) Normal
(ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk
(overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas,
apabila : BBR > 120 %
a) Obesitas
ringan : BBR 120 – 130 %
b) Obesitas
sedang : BBR 130 – 140 %
c) Obesitas
berat : BBR 140 – 200 %
d) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari
untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1) kurus
: BB
X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal
: BB
X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB
X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB
X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi
penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high
density lipoprotein.
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam
darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya:
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet
OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme
kerja sulfanilurea
(1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra
pancreas.
(2) Kerja
OAD tingkat reseptor.
b) Mekanisme
kerja Biguanida
Biguanida
tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu :
(1)
Biguanida pada tingkat prereseptor
ekstra pankreatik
(a) Menghambat
absorpsi karbohidrat.
(b) Menghambat
glukoneogenesis di hati.
(c) Meningkatkan
afinitas pada reseptor insulin.
(2)
Biguanida
pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin.
(3)
Biguanida
pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.
2) Insulin
a) Indikasi
penggunaan insulin
(1) DM
tipe I.
(2) DM tipe II yang pada saat
tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD.
(3) DM
kehamilan.
(4) DM
dan gangguan faal hati yang berat.
(5) DM
dan infeksi akut (selulitis, gangren).
(6) DM
dan TBC paru akut.
(7) DM
dan koma lain pada DM.
(8) DM
operasi.
(9) DM
patah tulang.
(10) DM
dan underweight.
(11) DM
dan penyakit Graves.
b) Beberapa
cara pemberian insulin.
(1) Suntikan
insulin subkutan.
Insulin
reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara
lain :
(a) lokasi
suntikan.
ada 3 tempat suntikan
yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap
hari.
(b) Pengaruh
latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat
absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin
karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
(c) Pemijatan
(Masage)
Pemijatan juga akan
mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat
suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya
suntikan
Makin dalam suntikan
makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler
akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi
insulin
Apabila konsentrasi
insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan
intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok
pankreas
Pendekatan
terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identik.
f. Penatalaksanaan
Ulkus diabetic
1) Grade
0
Penanganan meliputi edukasi pada pasien
tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang di anjurkan. Sepatu atau
sandal dibuat secara khusus untuk mengurangi tekanan.
2) Grade
1
Memerlukan debridement jaringan nekrotik,
perawatan local luka dan pengurangan beban meungkinkan untuk pemberian
antibiotic.
3) Grade
2
Memerlukan debrdement, antibiotic yang sesuai
dengan kultur, perawatan local luka, pengurangan beban.
4) Grade
3
Memerlukan debridement jaringan yang sudah
menjadi gangrene.
5) Grade
4
Memerlukan
amputasi kemungkinan di bagian distal.
6) Grade
5
Memungkinkan
dilakukan amputasi pada semua bagian bawah kaki.
B. Konsep
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut
Bare, Smelter 2005 pengakajian meliputi
a.
Pengumpulan
data
Data
biasa di peroleh dari klien, keluarga, orang terdekat maupun dari catatan
medik.
b.
Biodata
1)
Identitas
klien, meliputi : umur, suku bangsa , jeniskelamin dan pekerjaan.
2)
Identitas
penanggung jawab , meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, pendidikan, hubungan
dengan pasien.
c.
Riwayat
kesehatan
1) keluhan utama akan di temukan
tanda-tanda poliuria, polidipsia, polipagia, penurunan BB, kelelahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan
yang berlangsung lama, riwayat pankreastitis kronis, riwayat melahirkan anak
lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria.
3) Riwayat kesehatan keluarga adanya
riwayat keluarga tentang penyakit diabetes mellitus.
d.
Pemeriksaan
fisik meliputi keadaan umum : BB, TTV. Menurut NANDA 2008 kemungkinan data yang
di peroleh dari penyakit diabetes melitus :
1) Aktivitas / Istirahat
a) Gejala : Lemah, letih, sulit bernapas.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat / tidur.
b) Tanda : Takikardi, takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas, Letargi.
2) Sirkulasi
a) Gejala
: Ada riwayat hipertensi, Kesemutan
pada ekstrimitas, Ulkus
pada kaki.
b) Tanda
: Takikardi, hipertensi, nadi
menurun atau tak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan,
mata cekung.
3) Integritas Ego
a) Gejala
: Stress.
b) Tanda
: Ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
a) Gejala
: Poliuria, nocturia, rasa
nyeri, kesulitan berkemih, diare.
b) Tanda
: Urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare.
5) Makanan dan Cairan
a) Gejala : Mual / muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus
b) Tanda
: Kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek, muntah, distensi abdomen, napas berbau aseton.
6) Neurosensori
a) Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia.
c) Tanda
: Disorientasi, letargi, mengantuk, aktivas kejang.
7) Nyeri / ketidaknyamanan
a) Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri.
b) Tanda
: Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
8) Pernapasan
a) Gejala
: Batuk.
b) Tanda
: Frekuensi pernapasan, batuk.
9) Keamanan
a) Gejala
: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b) Tanda
: Demam, diaforesis, kulit
rusak, menurunkan
kekuatan umum.
10) Seksualitas
a) Gejala
: Infeksi, masalah
impotensi pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
b.
Diagnosa
keperawatan dan intervensi
Rumusan
diagnosa keperawatan dan intervensi menurut NANDA 2012 - 2014
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis
NOC
:
a) Pain level.
b)
Pain
control.
c)
Comfort
level.
NIC
:
a)
Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri).
b)
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
c)
Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda gejala).
d)
Menyatakan
rasa nyaman.
Intervensi
a)
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas).
Rasional
: Untuk mengetahui perubahan
nyeri.
b)
Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional
: Untuk mengetahui keadaan umum.
c)
Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau.
Rasional
: Untuk mengetahui cara yang dilakukan untuk mengatasi nyeri pada masa lampau.
d)
Pilih
dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi & nonfarmakologi)
Rasional : untuk memilih cara penanganan
yang lebih efektif.
e)
Ajarkan
teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional
: Untuk mengurangi rasa nyeri dengan nonfarmakologi.
f)
Berikan
lingkungan yang nyaman.
Rasional
: Lingkungan yang nyaman bisa mengirangi nyeri.
g)
Kolaborasi
pemberian analgetik.
Rasional
: Untuk mengurangi nyeri dengan farmakologi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kegagalan mekanisme regulasi
NOC
:
a) Fluid balance.
b) Hydration.
c) Nutritional Status : food and fluid
intake.
NIC :
a)
Vital sign stabil.
b)
Tidak
ada tanda – tanda dehidrasi, elastisitas turtor kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih.
c)
Haluaran
urine tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
a) Pertahankan catatan intake dan output
yng akurat.
Rasional
: untuk mengetahui cairan yang masuk atau pun yang keluar.
b) Monitor
status hidrasi.
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan cairan dalam tubuh
.
c) Monitor vital sign.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum.
d) Monitor intake dan output cairan dan
hitung intake kalori perhari.
Rasional
: untuk menetahui kebutuhan cairan dalam tubuh.
e) Monitor status nutrisi.
Rasional
: untuk mengetahui kebutuhan nutrisi dalam tubuh.
f) Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan.
Rasional
: untuk membantu pemenuhan nutrisi pasien.
g) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Rasional
: untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
c.
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis
NOC
:
a) Nutritional Status.
b) Nutritional Status : food and fluid
intake.
c) Weight control.
NIC :
a)
Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b)
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c)
Tidak
ada tanda- tanda malnutrisi.
d)
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang signifikan.
Intervensi
a) Kaji adanya alergi makanan.
Rasional : untuk menghindari alergi.
b) Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe.
Rasional : untuk meningkatkan kadar
Hb.
c) Kaji status nutrisi dan kebiasaan
makan.
Rasional : untuk mengetahui keadaan
dan kebutuhan nutrisi.
d) Yakinkan diit yang di makan mengandung
tinggi serat.
Rasional : untuk mencegah konstipasi.
e) Anjurkan pasien untuk mematuhi diit.
Rasional : untuk mencegah komplikasi.
f) Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi.
Rasional : agar klien paham dengan
kebutuhan nutrisi.
g) Monitor kadar albumin, Hb, hematokrit.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum.
d.
Ketidakstabilan
glukosa darah
NOC
:
kadar
gula dalam darah dalam batas normal.
NIC
:
a)
Tanda-
tanda vital dalam batas normal.
b)
Tidak
ada tanda hiperglikemi.
c)
Gula
darah dalam batas normal.
Intervensi
a) Kaji faktor yang dapat meningkatkan
resiko ketidakstabilan glukosa. Rasional : Tindakan awal untuk mencapai
keseimbangan kadar gula darah.
b)
Pantau
kadar glukosa serum.
Rasional
: Glukosa serum hasil di bawah 80mg/dl menunjukan hipoglikemi, dan di atas
100mg/dl menunjukan hiperglikemi.
c) Pantau tanda dan gejala hiperglikemi /
hipoglikemi.
Rasional
: Untuk mengetahui perubahan kadar glukosa
d) Pantau intake dan output nutrisi.
Rasional
: Mampu mempengaruhi kadar gula darah.
e) Beri informasi mengenai diit DM.
Rasional
: Mempengaruhi keseimbangan gula darah menjadi tinggi atau rendah.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian insulin. Rasional : Untuk terapi pengendalian kadar gula darah.
e.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyembitan pembuluh darah yang
ditandai dengan penurunan aliran darah pada ganggren
NOC
:
a) Circulation
status.
b) Tissue
perfusion : cerebral.
NIC :
a)
Tekanan darah dalam rentang normal (130/90 mmHg).
b)
Tidak
ada ortostatik hipertensi.
Intervensi
a) Monitor daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas , dingin, tajam dan tumpul.
Rasioanl : untuk mengetahui daerah mana yang tidak peka
terhadap rangsangan.
b) Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada laserasi.
Rasional : untuk mengetahui daerah mana saja yang terjadi
laserasi.
c) Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
Rasional : untuk mencegah infeksi.
d) Monitor kemampuan BAB.
Rasioanl : untuk mengetahui kemampuan BAB.
e) Monitor adanya tromboplebitis.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi.
f) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : menguragi rasa nyeri.
f.
Kerusakan
intergritas kulit pada jaringan ganggren ekstremitas
NOC
:
a)
Tissue
integrity : skin and mucous.
b)
Wound
healing : primary and secondary intention.
NIC
:
a)
Perfusi
jaringan baik.
b)
Tidak
ada tanda-tanda infeksi.
c)
Menunjukan
perbaikan kulit dan mencegah cidera berualng.
d)
Mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit.
Intervensi
a)
Obsevasi
luka (lokasi, kedalaman, jaringan nekrotik, tanda – tanda infeksi local).
Rasional
: untuk mengetahui seberapa parah luka.
b)
Jaga
kulit pasien agar tetap bersih dan kering.
Rasional
: agar tidak lembab dan tidak terjadi infeksi.
c)
Monitor
aktivitas dan mobilisasi fisik.
Rasional
: untuk mencegah dekubitus.
d)
Ganti
balutan pada interval waktu yang sesuai.
Rasional
: untuk menghindari infeksi.
e)
Monitor
status nutrisi pasien.
Rasional
: untuk membantu proses penyembuhan luka.
f)
Lakukan
perawatan luka secara steril.
Rasional
: untuk mencegah infeksi.
g)
Berikan
posisi yang mengurangi tekanan pada daerah luka.
Rasional
: untuk mencegah penekaanan pada daerah luka.
g.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
NOC
:
1) Activity intolerance
2) Mobility : physical impaired
3) Self care deficit hygiene.
4) Self care deficit toileting.
5) Self care deficit feeding.
6) Self care : dressing
NIC
:
a)
Pasien
dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan.
b)
Pasien
mengungkapakn kepuasan tentang kebersihan diri.
c)
Status
nutrisi :ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
d)
Pasien
mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Intervensi
a)
Kaji
dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada pasien.
Rasional
: untuk mengetahui kemampuan aktvitas pasien.
b)
Bantu
pasien memilih pakaian yang mudah dikenakan dan di lepas.
Rasional
: untu memudah kan pasien saat mengenakan pakaian ataupun saat melepaskan.
c)
Berikan
bantuan fisik sesuai kebutuhan.
Rasional
: membantu klien dalam pemenuhan kebutuahn ADL.
d)
Beri
penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula
darah dalam rentang normal.
Rasional
: Agar pasien peduli dengan kebersihan diri.
e)
Ajarkan
pasien / keluarga penggunaan metode hygiene
Rasional
: agar mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.
f)
Bantu
pasien dalam pemenuhan ADL
Rasional
: agar kebutuhan pasien terpenuhi.
g)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan ADL.
Rasional
: untuk membantu dan member motivasi dalam pemenuhan ADL.
h.
Potensial
komplikasi sepsis berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
NOC
:
1) Thermoregulation.
2) Infection control.
3) Hemodynamic control.
NIC :
a)
Tidak
ada tanda – tanda infeksi.
b)
Suhu
dalam batas normal (36 – 37,5 0C).
c)
AL
dalam batas normal (4,8 – 10,8 10^3/ul).
Intervensi
a)
Lakukan
perawatan luka secara periodik dan dengan steril.
Rasional
: untuk mencegah infeksi.
b)
Berikan
O2 (bila perlu).
Rasional
: untuk mengurangi sesak nafas.
c)
Lakukan
kompres air hangat.
Rasional
: untuk menurunkan suhu tubuh.
d)
Pantau
intake dan output cairan.
Rasional
: untuk menentukan balance cairan.
e)
Pantau
hemodinamik.
Rasional
: untuk mengetahui keadaan umum.
f)
Kolaborasi
dengan tim medis lain dalam pemberian obat kotrikosteroid.
Rasional
: membantu dalam proses inflamasi.
i.
Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang familiar dengan sumber informasi
NOC
:
1)
Knowledge
: disease poses.
2)
Knowledge
: health behavior.
NIC
:
a)
Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang proses penyakit , diit, dan pengobatan.
b)
Pasien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar.
c)
Pasien
dan kelurga mampu menjelaskan kembalin apa yang di jelaskan perawat.
Intervensi
a) Kaji tentang tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga tentang proses penyakit, diit dan pengobatan.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, diit dan pengobatan.
b) Jelaskan tentang patofisiologi dari
penyakit.
Rasional : untuk menjelaskan proses
terjadinya penyakit.
c) Gambarkan proses penyakit dengan cara
yang tepat.
Rasional
: agar mudah memahami tentang penyakit.
d) Identifikasi penyebab penyakit.
Rasional : untuk mengetahui penyebab
penyakit.
e) Jelaskan tentang proses penyakit, diit
dan pengobatan pada pasien dan keuarga dengan bahasa dan kata-kata yang mudah
di mengerti.
Rasional : agar penjelasan mudah di pahami.
f) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit dengan cara yang tepat.
Rasional
: mengetahui penyakit secara lebih dini.
g) Instruksikan klien mengenai tanda dan
gelaja untuk melaporkan pada pemberian perawatan.
Rasional : untuk memberikan perawatan
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeth J, (2009). Buku Saku Patofisologi, Alih Bahasa James
Veldan, Editor Bahasa Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta : EGC
Dinkes Jateng. Buku saku kesehatan 2014 [Diakses tanggal 2 Januari 2015]. Didapat
dari http://www.dinkesjatengprov.go.id//
Dinkes Klaten. Profil kesehatan tahun 2013 dinas kesehatan
kabupaten Klaten. 2013 [Diakses tanggal 17 Desember 2014]. Didapat dari: http://klatenkab.go.id/id/
Doengoes. (2002). Rencana Asuhan KeperawatanPedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta :. EGC.
Mansjoer. A. dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Media
Aesculapius, Jakarta.
Maulana Mirza, (2012). Mengenal Lebih Mengenai Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Nuha Media
Nurarif Amin Huda dan Kusuma
Hardhi (2013). Aplikasi
Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC jilid 1 : Mediaction
publishing : Yogyakarta.
Price,
Sylvia Anderson, Lorraine Mc Carty, 2006. Patologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed.6, volume 1&2, EGC, Jakarta.
Rani aziz, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI :2006.
Rendi Clevo M & Margareth (2012) .
AsuhanKeperawatan Medical Bedah Dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Media.
Smeltzer, S.C., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddart Edisi 8 volume 1,2,3. EGC, Jakarta.
Soeparman.
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
ke-2. Balai Pustaka Penerbit FKUI, Jakarta.
T.Heather
Herdman, PhD, Rn.Nanda internasional
diagnosis keperawatan definisi dan klarifikasi 2012 – 2014.EGC : Jakarta.
Yuliana elin, Andradjati Retnosari,
dkk. (2011). ISO
Farmakoterapi 2. ISFI, Jakarta.