Kamis, 22 Oktober 2015

Cari Prevalensi / Angka Kejadian/ Insiden Penyakit di Indonesia

Bingung cari Prevalensi / Angka Kejadian/ Insiden Penyakit di Indonesia ? yang bingung nyari buat Tugas Akhir kuliah, yang bingung buat nyari tugas keperawatan komunitas (haha curhat nih)

Mulai dari Prevalensi / Angka Kejadian/ Insiden Penyakit tingkat Indonesia / Nasional, tingkat Provinsi, Tingkat Kabupaten, langsung aja simak baik-baik, cekidottsss hehehee

Klik aja nih situs Resmi KEMENKES RI http://www.depkes.go.id/
Habis itu masukin aja keyword -> Profil Kesehatan Indonesia , di kotak pencarian (kanan atas warna putih), ntar muncul deh

Nah tinggal Download aja tuh, gampang kan, Kalau mau cari dalam bentuk persen yakni RISKESDA (Riset Kesehatan Dasar) juga bisa nyari lewat http://terbitan.litbang.depkes.go.id/
yang di atas ntu prevalensi tingkat Nasional.

Nah kalau mau nyari angka kejadian penyakit yang Tingkat Provinsi, tinggal nyari aja di website resmi Dinas Kesehatan Provinsi masing-masing, google juga pasti ada.
Misalnya cari di Dinas Kesehatan Jawa Tengah http://www.dinkesjatengprov.go.id/
Klik DOWNLOAD (kanan atas)
Klik Buku Saku Kesehatan
Dapet deh BUKU nya format pdf




Kalau mau nyari Prevalensi / Angka Kejadian/ Insiden Penyakit tingkat kabupaten langkahnya hampir sama ama tingkat kabupaten, tinggal nyari aja di google situs resmi nya Dinas Kesehatan, misalnya nih Kabupaten Klaten hehee kota tercintaku
Klik Pusat Download
Muncul deh Profil Kesehatan Kabupaten yang kita cari, tinggal klik aja ntar ke download dalam format pdf.





SELAMAT MENCOBA, SEMOGA BERHASIL & BERMANFAAT :)


cari jurnal keperawatan dengan mudah lewat Perpustakaan Nasional RI

Sempet bingung nyari jurnal  keperawatan buat latar belakang Karya Tulis Ilmiah, penyakit yang aku jadiin kasus langka juga sih -> Hydrocele, tapi Alhamdulilah ketemu juga meskipun bahasa inggris hehehe ini nih aku nyari jurnal keperawatan di http://e-resources.perpusnas.go.id/ komplet dah pokoknya, yang favorit buat aku sih Proquest,

Gak cuma jurnal dari luar negeri juga, dari Indonesia juga ada contohnya Balai Pustaka


Sebelum masuk nyari jurnal, kalian harus Daftar dulu, cara nya gampang tinggal klik aja ini gambar

Habis itu Muncul dah layar ini, tinggal Klik Daftar deh, trus ngisi formulir
Kalau udah Selesai Ngisi Formulir, habis itu kalian dapet Nomor Anggota Nih Jangan lupa dicatet
buat Login ntar
Mau Login Ya langsung aja ke http://e-resources.perpusnas.go.id/
--->SELAMAT MENCOBA



Selasa, 02 Juni 2015

Latar belakang dan Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus 2014

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                    
A.   Latar Belakang Masalah
      Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degenerative yang menjadi ancaman utama pada umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dibetes mellitus sering di sebut dengan The Great Imitator, yaitu  penyakit yang  mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan, sehingga seseorang tidak menyadari bahwa adanya berbagai macam perubahan pada dirinya. Perubahan seperti minum lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering, berat badan terus menurun, dan berlangsung cukup lama, biasanya tidak diperhatikan, hingga baru di ketahui setelah kondisi menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa darahnya (Mirza, 2012).
DM adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik dengan ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren. DM yang tidak ditangani dengan baik angka kejadian komplikasi dari DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi cedera kaki diabetes (Waspadji, 2010).


Waspadji (2010) lebih lanjut menyebutkan bahwa penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar (makrovaskuler), manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkolosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus atau gangren diabetes.
Menurut Waspadji (2010), Cidera cedera kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan cedera kaki diabetes sering kali berakhir dengan kecacatan dan kematian. Di negara maju cedera kaki diabetes masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik cedera kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penderita cidera kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49%-85%.
Masalah cidera kaki diabetes di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah yang kompleks. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2012). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca operasi. Hal tersebut membuktikan bahwa di Indonesia masalah cedera kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola secara maksimal. Belum lagi masalah biaya pengobatan yang tidak terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Komplikasi dari Diabetes Mellitus yang sering adalah ulkus diabetes, beberapa faktor secara bersamaan berperan terjadinya ulkus diabetes. Di mulai dari faktor pengelolaan penderitan Diabetes penyakitnya yang kurang baik, adanya neuropati perifer, dan autonom. Faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentaan terhadap infeksi akibat respon kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan Diabetes Mellitus tidak terkendali, serta faktor ketidaktahuan pasien (Suyono, 2007).
Berdasarkan bukti epidemologi terkini, jumlah penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia saat ini mencapai 20 juta (8,4 %), dan di perkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk meningkatnya angka harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang tinggi, dua kali lipat disertai peningkatan angka obesitas yang di kaitkan dengan urbanisasi dan ketergantungan terhadap makanan olahan
(WHO, 2009). Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan tahun 2001 dalam The Soedirman Journal of Nursing (2008), penyakit DM mempunyai populasi terbesar dunia di kawasan Asia. Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia, setelah India, China, dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia berdasarkan wawancara adalah 2,1% (15.169 jiwa dari 722.329 jiwa). Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi (93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provisinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 Diabetes Mellitus menempati urutan ke 2 dari 12 penyakit yang tidak menular di Jawa Tengah yaitu sebanyak 95.342 (14,96%) jiwa dari jumlah 620.293 jiwa.
Sedangkan, data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten pada tahun 2013 Diabetes Mellitus menempati urutan ke 3 dari 11 penyakit yang tidak menular di Klaten sebanyak 360 (0,4%) jiwa penderita DM tipe I disebut juga Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan 12.989 (14,7%) jiwa penderita DM tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NDDM).
Data yang di dapat dari sub bagian rekam medic mulai tanggal 01 januari 2014 sampai tanggal 24 desember 2014 RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten jumlah pasien Diabetes Mellitus yang di rawat inap sebanyak 95 pasien, dengan pasien laki – laki sebanyak 50 dan pasien perempuan sebanyak 45. Dengan umur 25-44 tahun sebanyak 16 pasien , umur 45-64 sebanyak 64 pasien dan umur lebih dari 65 tahun sebanyak
14 pasien, yang menderita komplikasi sebanyak 6 orang, dan yang meninggal sebanyak 8 orang (Study Pendahuluan RM RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten).
Fenomena tersebut memerlukan upaya efektif untuk mencegah terjadinya luka pada penderita DM. Upaya tersebut dapat berupa preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Pemeriksaan dan perawatan kaki pada pengelolaan kaki diabetes merupakan upaya yang diutamakan pada keperawatan keluarga. Pemakaian alas kaki dianjurkan untuk mencegah cedera kaki.
Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten yaitu dengan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka,  debridemen antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur, kompres Nacl.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan bermutu  tentang  penyakit Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus, sehingga penulis mengambil Karya tulis ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Ulkus Diabetes Melitus Pedis Dextra Di Ruang Dahlia Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

B.   Tujuan
1.    Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan bermutu  pada pasien dengan System Endokrin: Diabetes Mellitus secara komperehensif yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosiologi, dan spiritual. Serta mendapat pengalaman nyata dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang dilaksanakan di Ruang Dahlia RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

2.    Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Diabetes Mellitus penulis diharapkan mampu :
a.      Melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
b.      Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
c.      Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
d.      Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
e.      Melakukan evaluasi pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
f.       Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
g.      Memberikan asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung dengan metode proses keperawatan.
h.      Mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya.
i.       Mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.
j.       Mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan.


C.   Manfaat
1.    Bagi Bidang Akademik
Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan tambahan daftar kepustakaan yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi dari perbandingan dalam pembuatan laporan tugas akhir selanjutnya, khususnya bagi intitusi dan mahasiswa Stikes Muhammadiyah Klaten.
2.    Bagi Institusi Rumah Sakit / Bidang Pelayanan Masyarakat
Dapat dijadikan masukan dan informasi bagi seluruh praktisi kesehatan dalam menentukan kebijakan atau dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan untuk pemberian asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus.
3.    Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan profesi keperawatan yang profesional.
4.    Bagi Pasien
Agar pasien dan keluarga mampu mengetahui tentang penyakit  Diabetes Mellitus cara merawat keluarga dengan Diabetes Mellitus serta mampu  mencegah komplikasi yang bisa terjadi pada penderita Diabetes Mellitus.
5.     Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini sebagai dasar melakukan asuhan keperawatan serta menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya Diabetes Mellitus.
D.   Metodologi
1.    Tempat dan waktu pelaksanaan
Ruang lingkup laporan study kasus dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini mengacu pada masalah Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan Ulkus  Diabetes Melitus Pedis Dextra  di Ruang Dahlia RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, yang dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 18 December 2014 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang komperehensif yang meliputi pengkajian data, klasifikasi data, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi asuhan keperawatan.
2.    Teknik pengumpulan data:
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan studi kasus yaitu :
a.    Dengan melihat kondisi saat ini dan menyelesaikan masalah yang timbul dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
b.    Observasi partisipasif, yaitu pengamatan yang dilakukan penulis secara langsung dan ikut serta memberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam.
c.    Wawancara, yaitu kesatuan tanya jawab antara penulis dan pihak yang terkait dengan kegiatan penyusunan karya tulis antara pasien, keluarga, perawat ruangan.
d.    Dokumentasi, yaitu dengan melihat catatan medic dan perawatan yang pernah dilakukan.
e.    Studi Pustaka atau Literatur, yaitu mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan penyakit Diabetes Mellitus.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Konsep Dasar Medik
1.  Pengertian
Diabetes melitus adalah ganguuan metabilosme yang di tandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Yuliana elin,2009).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara ginetis dan klinis termasuk heterogen dan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, protein dan lemak. Jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemi puasa post dan pandrial, penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuro pati (Prince & Wilson, 2006).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit menyebabkan ulkus menjadi bau, ulkus diabeticum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit Diabetes Mellitus dengan neuropati perifer (Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006).
9
 
Ulkus diabetic merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalisat serta kecacatan penderita Diabetes Mellitus kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Ulabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosclerosis pada dinding pembuluh darah
(Corwin , 2009).
Ulkus Kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki diabtes merupakan komplikasi yang serius akibat Diabetes Mellitus (Ilmu Penyakit FKUI, 2006).
2.    Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu:
(Corwin, 2009).
a.   Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b.   Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) / Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI).
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c.   DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
d.   Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
3.    Anatomi fisiologi
Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat dibedakan sebagai :
a.    Sel alfa (penghasil glukagon)
(lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b.    Sel beta (penghasil insulin)
(Lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida penghubung (connecting peptide).
c.    Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau) yang menghasilkan somatostatin.
d.   
Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.

Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral. Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi.
Manfaat insulin :
a.    Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan.
b.    Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif.
c.    Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen.
d.    Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth factor II (IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase ( Agus, Anne & Arthur FD. Grant’s atlas anatomy 12 th  ed wolters kluwer, canada. 2009 hal 135).

4.    Etiologi
a.    Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1)     Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2)     Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3)     Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b.    Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas dan riwayat keluarga dan kelompok.

5.    Insiden
Angka prevalensi DM di dunia telah mencapai jumlah wabah atau EPIDEMI. WHO memperkirakan pada negara berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (Diabetes Atlas, 2013). Saat ini, DM di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 230 juta, hampir mencapai proporsi 6% dari populasi orang dewasa. Diperkirakan 20 tahun mendatang jumlah penderita DM akan mencapai 350 juta. Setiap 10 detik ada orang yang meninggal terkait dengan DM. DM merupakan penyakit epidemi tersembunyi yang memakan korban setiap tahunnya setara dengan angka kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS. Tahun 2012 diperkirakan menyebabkan angka kematian 3,5 juta orang.
DM Tipe 2 adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik dan/atau lingkungan, yang biasanya muncul saat usia dewasa. DMT2 bertanggung jawab atas 90-95% kasus DM. Amputasi sampai 1 juta tindakan setiap tahunnya, katarak, dan paling tidak ada 5% kebutaan di tingkat dunia terkait dengan retinopati diabetik. DM menjadi penyebab tersering dari Gagal Ginjal pada negara berkembang dan bertanggung jawab terhadap tingginya angka biaya hemodialisis. WHO memperkirakan di tahun 2000 jumlah penderita DM di Indonesia 8,426,000, dan di tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,257,000.
6.    Patofisiologi
Patofisiologi menurut Bare & Smeltzer 2005
a.   Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada Diabetes Mellitus Tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat tersimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginkal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidpsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan  kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis  (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukeogenesis (pembentukan glukosa dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defiensi insulin, proses ini akan tejadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang akan menimbulkan peningkatan badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan dan akan menyebabkan ketoasidosis diabetikum.
b.   Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes tipe 2 ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada  diabetes tipe 2 ini disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2 ini, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi benda keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi, akan tetapi apabila diabetes tipe 2 ini tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya yaitu sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK).
Akibat toleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa deteksi. Gejala yang dialmi pasien tersebut merupakan gejala ringan yang mencakup kelelahan, irritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh atau pandangan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi).


c.    Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia pada masa kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Namun, setelah melahirkan, kadar glukosa pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

7.    Manifestasi klinis
Manifestasi kilinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin (Prince , Sylfia A Wilson , Lorraine M 2008).
a.    Glukosuria
b.    Poliuria
c.    Polidipsia
d.    Polifagia
e.    Kelalahan
f.     Mengantuk
g.    Berat badan menurun
h.    Kesemutan
i.      Gatal dan mata kabur
8.    Test Diagnostik
Test diagnostik pada penderita diabetes melitus menurut Elizabeth J.Corwin, 2004 yaitu :
a.      Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan glukosa darah lebih dari 140mg per 100ml darah pada dua kali pengukuran.
b.      Glukosa dalam urin adalah nol, tetapi apabila kadar glukosa dalam darah lebih besar dari 180mg per 100ml mka glukosa akan keluar bersamaan dengan urin.
c.      Keton dalam urin, terutama pada individu dengan diabetes tipe 1 yang tidak terkontrol.
d.      Peningkatan hemoglobin terglikosilasi. Selama 120 hari masa hidup sel darah merah, hemoglobin secara lambat dan irreversibel mengalami glikosilasi.dalam keadaan normal sekitar 4-6%.
9.    Komplikasi
Menurut Subekti (2005; 161) komplikasi dari diabetes mellitus adalah
a.    Komplikasi Metabolik Akut
Disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma
1)    Hipoglikemia
Dapat terjadi karena pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan terlalu sedikit atau karena aktivitas yang berlebihan.
2)    Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak  yang dimanifestasikan dengan adanya dehidrasi, asidosis dan kehilangan elektrolit.
3)    Sindroma Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Yaitu keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).
b.    Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ tubuh
1)    Komplikasi Makrovaskuler
Mengakibatkan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar.Tipe penyakit makrovaskuler ini tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik.

2)    Komplikasi Mikrovaskuler
Disebut juga mikroangiopati ditandai dengan penebalan membran basalis pembuluh kapiler.
3)    Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina.
c.      Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1)    Neuropati diabetik
2)    Retinopati diabetik
3)    Nefropati diabetik
4)    Proteinuria
5)    Kelainan koroner
6)    Ulkus/gangren
Derajat ulkus  kaki diabetic menurut Margareth dan Clevo (2012)
(1)     Grade 0      :    tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh disertai dengan pembentukan kalus.
(2)     Grade I       :    kerusakan hanya sampaipermukaan kulit
(3)     Grade II      :    kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(4)     Grade III     :    terjadi abses dalam deengan atau tanpa osteomielitis.
(5)     Grade IV    :    Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
(6)     Grade V     :    Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai.

10.  Penatalaksanaan
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus meliputi :
a.    Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1)    Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2)    Mengarahkan pada berat badan normal.
3)    Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4)    Mempertahankan kadar KGD normal.
5)    Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6)    Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7)    Menarik dan mudah diberikan.
Prinsip diet DM, adalah :
1)    Jumlah sesuai kebutuhan.
2)    Jadwal diet ketat.
3)    Jenis: boleh dimakan / tidak.
Tabel 2.1   Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Macam diit
Kalori
Protein ( gr )
Lemak ( gr )
Karbohidrat
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
50
55
60
65
70
80
85
90
30
35
40
45
50
55
60
65
160
195
225
260
300
325
350
390

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu :
J I    :         jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah.
J II   :         jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III  :         jenis makanan yang manis harus dihindari.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus :
                BB (Kg)
BBR =                            X 100 %
             TB (cm) – 100
                 
             Kurus (underweight)
1)    Kurus (underweight)       : BBR < 90 %
2)    Normal (ideal)                 : BBR 90 – 110 %
3)    Gemuk (overweight)      : BBR > 110 %
4)    Obesitas, apabila            : BBR > 120 %
a)     Obesitas ringan        : BBR 120 – 130 %
b)     Obesitas sedang      : BBR 130 – 140 %
c)     Obesitas berat          : BBR 140 – 200 %
d)     Morbid                      : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1)    kurus          :  BB X 40 – 60 kalori sehari
2)    Normal       :  BB X 30 kalori sehari
3)    Gemuk       :  BB X 20 kalori sehari
4)    Obesitas     :  BB X 10-15 kalori sehari
b.    Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1)    Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2)    Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
3)    Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
4)    Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein.
5)    Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6)    Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c.    Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d.    Obat
1)    Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)     Mekanisme kerja sulfanilurea
(1)    Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas.
(2)    Kerja OAD tingkat reseptor.
b)     Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
                                         (1)        Biguanida pada tingkat prereseptor         ekstra pankreatik
(a)    Menghambat absorpsi karbohidrat.
(b)    Menghambat glukoneogenesis di hati.
(c)    Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
                                         (2)        Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin.
                                         (3)        Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.
2)    Insulin
a)  Indikasi penggunaan insulin
(1)    DM tipe I.
(2)    DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD.
(3)    DM kehamilan.
(4)    DM dan gangguan faal hati yang berat.
(5)    DM dan infeksi akut (selulitis, gangren).
(6)    DM dan TBC paru akut.
(7)    DM dan koma lain pada DM.
(8)    DM operasi.
(9)    DM patah tulang.
(10) DM dan underweight.
(11) DM dan penyakit Graves.
b)  Beberapa cara pemberian insulin.
(1)    Suntikan insulin subkutan.
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain :
(a)   lokasi suntikan.
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(b)   Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(c)   Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d)   Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e)   Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
(f)    Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2)  Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e.    Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik.
f.     Penatalaksanaan Ulkus diabetic
1)    Grade 0
Penanganan meliputi edukasi pada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang di anjurkan. Sepatu atau sandal dibuat secara khusus untuk mengurangi tekanan.
2)    Grade 1
Memerlukan debridement jaringan nekrotik, perawatan local luka dan pengurangan beban meungkinkan untuk pemberian antibiotic.
3)    Grade 2
Memerlukan debrdement, antibiotic yang sesuai dengan kultur, perawatan local luka, pengurangan beban.
4)    Grade 3
Memerlukan debridement jaringan yang sudah menjadi gangrene.
5)    Grade 4
Memerlukan amputasi kemungkinan di bagian distal.
6)    Grade 5
Memungkinkan dilakukan amputasi pada semua bagian bawah kaki.

B.       Konsep Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
Menurut Bare, Smelter 2005 pengakajian meliputi
a.   Pengumpulan data
Data biasa di peroleh dari klien, keluarga, orang terdekat maupun dari catatan medik.
b.   Biodata
1)   Identitas klien, meliputi : umur, suku bangsa , jeniskelamin dan pekerjaan.
2)   Identitas penanggung jawab , meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien.
c.   Riwayat kesehatan
1)  keluhan utama akan di temukan tanda-tanda poliuria, polidipsia, polipagia, penurunan BB, kelelahan.
2)  Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan yang berlangsung lama, riwayat pankreastitis kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria.
3)  Riwayat kesehatan keluarga adanya riwayat keluarga tentang penyakit diabetes mellitus.
d.   Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum : BB, TTV. Menurut NANDA 2008 kemungkinan data yang di peroleh dari penyakit diabetes melitus :
1)  Aktivitas / Istirahat
a)  Gejala : Lemah, letih, sulit bernapas.
    Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat / tidur.
b)  Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, Letargi.
2)  Sirkulasi
a)    Gejala : Ada riwayat hipertensi, Kesemutan pada ekstrimitas, Ulkus pada kaki.
b)    Tanda : Takikardi, hipertensi, nadi menurun atau tak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung.
3)  Integritas Ego
a)    Gejala : Stress.
b)    Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4)  Eliminasi
a)    Gejala : Poliuria, nocturia, rasa nyeri, kesulitan berkemih, diare.
b)    Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare.
5)  Makanan dan Cairan
a)    Gejala : Mual / muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus
b)    Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek, muntah, distensi abdomen, napas berbau aseton.
6)  Neurosensori
a)  Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia.
c)  Tanda : Disorientasi, letargi, mengantuk, aktivas kejang.
7)  Nyeri / ketidaknyamanan
a)  Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri.
b)  Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.

8)     Pernapasan
a)    Gejala : Batuk.
b)    Tanda : Frekuensi pernapasan, batuk.
9)     Keamanan
a)    Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b)    Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunkan kekuatan umum.
10)   Seksualitas
a)    Gejala : Infeksi, masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
b.   Diagnosa keperawatan dan intervensi
Rumusan diagnosa keperawatan dan intervensi menurut NANDA 2012 - 2014
a.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
NOC :
a)    Pain level.
b)    Pain control.
c)    Comfort level.
NIC :
a)    Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).
b)    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
c)    Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda gejala).
d)    Menyatakan rasa nyaman.
Intervensi
a)    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas).
Rasional : Untuk mengetahui perubahan nyeri.
b)    Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum.
c)    Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
Rasional : Untuk mengetahui cara yang dilakukan untuk mengatasi nyeri pada masa lampau.
d)    Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi & nonfarmakologi)
Rasional : untuk memilih cara penanganan yang lebih efektif.    
e)    Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dengan nonfarmakologi.
f)     Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman bisa mengirangi nyeri.
g)    Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi nyeri dengan farmakologi.
b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
NOC :
a)      Fluid balance.
b)      Hydration.
c)      Nutritional Status : food and fluid intake.
NIC :
a)    Vital sign stabil.
b)    Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, elastisitas turtor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih.
c)    Haluaran urine tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
a)     Pertahankan catatan intake dan output yng akurat.
       Rasional : untuk mengetahui cairan yang masuk atau pun yang keluar.
b)    Monitor status hidrasi.
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan cairan dalam tubuh .
c)     Monitor vital sign.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum.
d)     Monitor intake dan output cairan dan hitung intake kalori perhari.
Rasional : untuk menetahui kebutuhan cairan dalam tubuh.
e)     Monitor  status nutrisi.
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi dalam tubuh.
f)      Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional : untuk membantu pemenuhan nutrisi pasien.
g)     Kolaborasi pemberian cairan IV.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

c.      Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis
NOC :
a)      Nutritional Status.
b)      Nutritional Status : food and fluid intake.
c)      Weight control.
NIC :
a)      Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
b)      Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c)      Tidak ada tanda- tanda malnutrisi.
d)      Tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan.
Intervensi
a)    Kaji adanya alergi makanan.
Rasional : untuk menghindari alergi.
b)    Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
Rasional : untuk meningkatkan kadar Hb.
c)    Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : untuk mengetahui keadaan dan kebutuhan nutrisi.
d)    Yakinkan diit yang di makan mengandung tinggi serat.
Rasional : untuk mencegah konstipasi.
e)    Anjurkan pasien untuk mematuhi diit.
Rasional : untuk mencegah komplikasi.
f)     Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Rasional : agar klien paham dengan kebutuhan nutrisi.
g)    Monitor kadar albumin, Hb, hematokrit. Rasional : untuk mengetahui keadaan umum.
d.      Ketidakstabilan glukosa darah
NOC :
kadar gula dalam darah dalam batas normal.
NIC :
a)      Tanda- tanda vital dalam batas normal.
b)      Tidak ada tanda hiperglikemi.
c)      Gula darah dalam batas normal.
Intervensi
a)      Kaji faktor yang dapat meningkatkan resiko ketidakstabilan glukosa. Rasional : Tindakan awal untuk mencapai keseimbangan kadar gula darah.
b)      Pantau kadar glukosa serum.
Rasional : Glukosa serum hasil di bawah 80mg/dl menunjukan hipoglikemi, dan di atas 100mg/dl menunjukan hiperglikemi.
c)      Pantau tanda dan gejala hiperglikemi / hipoglikemi.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan kadar glukosa
d)      Pantau intake dan output nutrisi.
Rasional : Mampu mempengaruhi kadar gula darah.
e)      Beri informasi mengenai diit DM.
Rasional : Mempengaruhi keseimbangan gula darah menjadi tinggi atau rendah.
f)       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian insulin. Rasional : Untuk terapi pengendalian kadar gula darah.
e.      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyembitan pembuluh darah yang ditandai dengan penurunan aliran darah pada ganggren
NOC :
a)  Circulation status.
b)  Tissue perfusion : cerebral.
NIC :
a)      Tekanan darah dalam rentang normal (130/90 mmHg).
b)      Tidak ada ortostatik hipertensi.
Intervensi
a)      Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas , dingin, tajam dan tumpul.
Rasioanl : untuk mengetahui daerah mana yang tidak peka terhadap rangsangan.
b)      Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada laserasi.
Rasional : untuk mengetahui daerah mana saja yang terjadi laserasi.
c)      Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
Rasional : untuk mencegah infeksi.
d)      Monitor kemampuan BAB.
Rasioanl : untuk mengetahui kemampuan BAB.
e)      Monitor adanya tromboplebitis.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi.
f)       Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : menguragi rasa nyeri.
f.       Kerusakan intergritas kulit pada jaringan ganggren ekstremitas
NOC :
a)      Tissue integrity : skin and mucous.
b)      Wound healing : primary and secondary intention.
NIC :
a)    Perfusi jaringan baik.
b)    Tidak ada tanda-tanda infeksi.
c)    Menunjukan perbaikan kulit dan mencegah cidera berualng.
d)    Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit.
Intervensi
a)      Obsevasi luka (lokasi, kedalaman, jaringan nekrotik, tanda – tanda infeksi local).
Rasional : untuk mengetahui seberapa parah luka.
b)      Jaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering.
Rasional : agar tidak lembab dan tidak terjadi infeksi.
c)      Monitor aktivitas dan mobilisasi fisik.
Rasional : untuk mencegah dekubitus.
d)      Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai.
Rasional : untuk menghindari infeksi.
e)      Monitor status nutrisi pasien.
Rasional : untuk membantu proses penyembuhan luka.
f)       Lakukan perawatan luka secara steril.
Rasional : untuk mencegah infeksi.
g)    Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada daerah luka.
Rasional : untuk mencegah penekaanan pada daerah luka.
g.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
NOC :
1)      Activity intolerance
2)      Mobility : physical impaired
3)      Self care deficit hygiene.
4)      Self care deficit toileting.
5)      Self care deficit feeding.
6)      Self care : dressing
NIC :
a)      Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan.
b)      Pasien mengungkapakn kepuasan tentang kebersihan diri.
c)      Status nutrisi :ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
d)      Pasien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Intervensi
a)    Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada pasien.
Rasional : untuk mengetahui kemampuan aktvitas pasien.
b)    Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dikenakan dan di lepas.
Rasional : untu memudah kan pasien saat mengenakan pakaian ataupun saat melepaskan.
c)    Berikan bantuan fisik sesuai kebutuhan.
Rasional : membantu klien dalam pemenuhan kebutuahn ADL.
d)    Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam rentang normal.
Rasional : Agar pasien peduli dengan kebersihan diri.
e)    Ajarkan pasien / keluarga penggunaan metode hygiene
Rasional : agar mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.
f)     Bantu pasien dalam pemenuhan ADL
Rasional : agar kebutuhan pasien terpenuhi.
g)    Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.
Rasional : untuk membantu dan member motivasi dalam pemenuhan ADL.
h.      Potensial komplikasi sepsis berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
NOC :
1)      Thermoregulation.
2)      Infection control.
3)      Hemodynamic control.
NIC :
a)    Tidak ada tanda – tanda infeksi.
b)    Suhu dalam batas normal (36 – 37,5 0C).
c)    AL dalam batas normal (4,8 – 10,8 10^3/ul).
Intervensi
a)    Lakukan perawatan luka secara periodik dan dengan steril.
Rasional : untuk mencegah infeksi.
b)    Berikan O2 (bila perlu).
Rasional : untuk mengurangi sesak nafas.
c)    Lakukan kompres air hangat.
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh.
d)    Pantau intake dan output cairan.
Rasional : untuk menentukan balance cairan.
e)    Pantau hemodinamik.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum.
f)     Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat kotrikosteroid.
Rasional : membantu dalam proses inflamasi.
i.       Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang familiar dengan sumber informasi
NOC :
1)      Knowledge : disease poses.
2)      Knowledge : health behavior.
NIC :
a)    Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang proses penyakit , diit, dan pengobatan.
b)    Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar.
c)    Pasien dan kelurga mampu menjelaskan kembalin apa yang di jelaskan perawat.
Intervensi
a)      Kaji tentang tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang proses penyakit, diit dan pengobatan.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, diit dan pengobatan.
b)      Jelaskan tentang patofisiologi dari penyakit.
      Rasional : untuk menjelaskan proses terjadinya penyakit.
c)      Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
Rasional : agar mudah memahami tentang penyakit.
d)      Identifikasi penyebab penyakit.
      Rasional : untuk mengetahui penyebab penyakit.
e)      Jelaskan tentang proses penyakit, diit dan pengobatan pada pasien dan keuarga dengan bahasa dan kata-kata yang mudah di mengerti.
      Rasional : agar penjelasan  mudah di pahami.
f)       Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat.
Rasional : mengetahui penyakit secara lebih dini.
g)      Instruksikan klien mengenai tanda dan gelaja untuk melaporkan pada pemberian perawatan.

      Rasional : untuk memberikan perawatan yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeth J, (2009). Buku Saku Patofisologi, Alih Bahasa James Veldan, Editor Bahasa Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta : EGC
Dinkes Jateng. Buku saku kesehatan 2014 [Diakses tanggal 2 Januari 2015]. Didapat dari http://www.dinkesjatengprov.go.id//
Dinkes Klaten. Profil kesehatan tahun 2013 dinas kesehatan kabupaten Klaten. 2013 [Diakses tanggal 17 Desember 2014]. Didapat dari: http://klatenkab.go.id/id/
Doengoes. (2002). Rencana Asuhan KeperawatanPedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta :. EGC.
Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. 2013 [Diakses tanggal 17 Desember 2014] Didapat dari http://www.litbang.depkes.go.id
Mansjoer. A. dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Media Aesculapius, Jakarta.
Maulana Mirza, (2012). Mengenal Lebih Mengenai Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Nuha Media
Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardhi (2013). Aplikasi  Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC jilid 1 : Mediaction publishing : Yogyakarta.
Price, Sylvia Anderson, Lorraine Mc Carty, 2006. Patologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed.6, volume 1&2, EGC, Jakarta.
Rani aziz, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI :2006.
Rendi Clevo M & Margareth (2012) . AsuhanKeperawatan Medical Bedah Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Media.
Smeltzer, S.C., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart Edisi 8 volume 1,2,3. EGC, Jakarta.
Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ke-2. Balai Pustaka Penerbit FKUI, Jakarta.
T.Heather Herdman, PhD, Rn.Nanda internasional diagnosis keperawatan definisi dan klarifikasi 2012 – 2014.EGC : Jakarta.
Yuliana elin, Andradjati Retnosari, dkk. (2011). ISO Farmakoterapi 2. ISFI, Jakarta.