Rabu, 20 Mei 2015

Konsep Dasar Keperawatan Komunitas

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.   Lingkup Keperawatan Komunitas
Lingkup praktik keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan langsung dengan fokus pemenuhan kebutuhan dasar komunitas yang terkait kebiasaan / perilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan masyarakat beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternal. Asuhan keperawatan komunitas menggunakan pendekatan proses keperawatan komunitas, yang terdiri atas pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan entry point pada individu keluarga, kelompok atau komunitas (Achjar, 2012).
B.   Pengkajian Keperawatan Komunitas
Pengkajian asuhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistik, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas, sedangkan delapan subsistem lainnya meliputi lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi (Achjar, 2012).
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat tinggal yang dapat mempengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat dikaji melalui wienshield survey (Achjar, 2012).

Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya karakteristik konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan, keterjangkauan, keberlangsungan, dan keberterimaan layanan di komunitas. layanan sosial dapat meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat perbelanjaan, dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajian layana kesehatan dan sosial juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan tersebut (Achjar, 2012).
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin, keberadaan industri, toko/ pusat perbelanjan, dan tempat komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah komunitas memperoleh bahan makanan dam sebagainya (Achjar, 2012).
Sementara itu, pada komponen politik dan pemerintahan dikaji situasi politik dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan komunitas, dan adanya program kesehatan yang ditunjukan pada peningkatan kesehatan komunitas (Achjar, 2012).
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang dimanfaatkan, bagaimana komunikasi yang sering dimanfaatkan masyarakat, orang-orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana bisanya komunitas memperoleh informasi tentang kesehatan, adakah perkumpulan atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari siapa komunitas mendapatakan informasi tentang kesehatan, dan adakah sarana komunikasi formal dan informal di komunitas (Achjar, 2012).
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketwrsediaan dan keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis pendidikan, tingkat pendiddikan dan komunitas yang buta huruf (Achjar, 2012).
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pad kebiasaan komunitas berekreasi, aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat komunitas. metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperwatan komunitas antara lain windshield survey, informant interview, observasi partisipasi dan focus group discussion (FGD) (Achjar, 2012).
Windshield survey dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan komunitas untuk menemukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas, lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat survei dilakukan (Achjar, 2012).
Informant interview, instrumen yang perlu dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat anatara lain kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatakan hasil yang akauarat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan perawat diperluka kontak yang lama dengan komunitas. perawat juga harus menyertakan lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang dibubuhi tanda tangan atau  cap jempol setiap hari akan melakuakan tindakan yang membutuhkan persetujuan komunitas. informed consent juga mencantumkan jaminan kerahasiaan terhadap isi persetujuan dan pendapat yang telah disampaikan. Wawancara dilakukan keapada key informant atau tokoh yang mengusai program (Achjar, 2012).
Observasi partisipasi, setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa lama observasi akan dilakukan, apa, di mana, waktu, dan tempat komunitas yang akan diobservasi. Kegiatan observasi dapat dilakuakan menggunkan format observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di komunitas. observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai kekuatan, dan proses pemecahan masalah di komunitas (Achjar, 2012).
Selain data primer, data sekunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang sudah dibuat didesa/kelurahan, puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan misalnya laporan tahunan puskesmas, monografi profil kesehatan, dsb, juga perlu dikumpulkan dari komunitas. setlah dikumpulkan dari pengkajian, selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan (Achjar, 2012).






A.   Diagnosa Keperawatan Komunitas
Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis risiko; dan terhadap garis pertahankan resisten memunculkan diagnosis aktual/gangguan (Achjar, 2012).
Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis, sebagai berikut.
1.    Diagnosis Sejahtera
Diagnosis sejahtera/wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum ada data maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas potensial, hanya terdiri dari komponen problem (P) saja, tanpa komponen etiologi (E).
Contoh diagnosis sejahtera/wellness: Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita di RT 05 RW 01 desa X kecamatan A, ditandai dengan cakupan imunisasi 95% (kota 95%), 80% berat badan balita di atas garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA, cakupan Posyandu 95%.
2.    Diagnosis ancaman (risiko)
Diagnosis risiko digunakan bila berdapat belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang memungkinkan timbulnya gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas problem (P), etiologi (E), dan symptom/sign (S).
Contoh diagnosa risiko: Risiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05 RW 01 DESA x Kecamatan A yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak efektif ditndai dengan pernah terjadi perkelahian antar RT, kegiatan gotong-royong dan silahturahmi rutin RW jarang dilakukan, penyuluhan kesehatan terkait kesehatan jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering berkumpul dengan melakukan kegiatan yang tidak positif, seperti berjudi.
3.    Diagnosis aktual/gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas aktual terdiri atas problem (P), etiologi (E), dan symptom/sign (S).
Contoh aktual/gangguan: diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas aktual terdiri atas problem (P), etiologi (E), dan symptom/sign (S) (Achjar, 2012).
Contoh diagnosis aktual: gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang berhubungan dengan kurangnya kebiasaan hiegene personal, ditandai dengan 92% remaja mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya yang dilakukan remaja dalam mengatasi keputihan 80% didamkan saja, 92% remaja mengatakan belum pernah memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari petugas kesehatan (Achjar, 2012).
Tingginya kasus diare di wilayah RW 05 kelurahan X yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare (Achjar, 2012).
Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunita  ditetapkan, prioritas masalah kesehatan komunits yang ada perlu ditetapkan bersama masyarakat melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat. Prioritas masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan kekhususan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pemilihan masalah ini sangat penting dilakukan, agar implementasi yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan secara tidak langsung akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk mengatasi masalah yang lain (Achjar, 2012).
Penentuan prioritas masalah keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui metode berikut.
a.    Paper and Pencil Tool
Contoh penentuan prioritas masalah keperawatan komunitas menggunakan Papper and Pencil Tool.

b.    Scoring diagnosis keperawatan komunitas
Contoh penentuan prioritas masalah keperawatan komunitas menggunakan metode skoring diagnosis keperawatan komunitas (Achjar, 2012).

B.   Intervensi Keperawatan Komunitas
Tahap berikutnya setelah merumuskan diagnosis keperawatan komunitas adalah melakukan perencanaan. Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor danervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk mempekuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Achjar, 2012).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di komunitas., sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan jangka pendek harus SMART (S = spesifik, M = meassurable/dapat diukur, A = achievable/dapat dicapai, R = reality, T = time limited, punya limit waktu) (Achjar, 2012).

C.   Implementasi Keperawatan Komunitas
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah msayarakat. Sering kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehat komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatana (empowerment). Perawat komunitas menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dan memelihara kesehatannya (Achjar, 2012).
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubahdari anggota masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini jug dapat dijadikan daya pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat. Organisasi eksternal dapat menggunakan model social planning dan locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal (Achjar, 2012).
Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan model berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa model perubahan (Ervin, 2002), yaitu :
1.    Model Berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi  pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari:
a.       Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan perubahan.
b.      Change, yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok.
c.       Refreezing, meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil, melalui pemantauan dan evaluasi.
Contoh:  Pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing, perawat komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan melakukan kemitraan tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah bagus dapat dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan tidak lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak melakukan cuci tangan, dsb.

2.    Strategi berubah Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam mengkaji  status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat keputusan untuk berubah. Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini, untuk melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan, yaitu:
a.    Rational empiris
Dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas, perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang diperoleh dengan adanya perubahan tesebut. Contoh: adanya kebiasaan merokok yang banyak terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan seperti poster, leaflet, modul data kejadian kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada individu.
b.    Normative reedukatif, yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan dengan norma yang ada di masyarakat.
c.    Power coercive, yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya, sanksi terhadap perokok yang merokok di tempat umum berupa denda atau kurungan.
3.    First order and second order change
Menurut model ini, first oder bertujuan mengubah substansi atau isi di dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.
Contoh : Adanya risiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan remaja, perawat komunitas perlu mengubah substansi yang ada dalam sistem (first order), seperti membentuk dan melatih kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah dan di masyarakat, melakukan promosi kesehatan kepada siswa, guru, orang tua, dan masyarakat, melakukan dukungan lintas-sektor dan lintas-program kepada aparat terkait program melalui jaringan kemitraan, dsb. Selain itu,  diperlukan juga perubahan pada sistem (second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti penyediaan klinik remaja, revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemeintah terrkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat individu, dapat diketahui dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu mengerti tentang masalah yang dihadapi, tingkat partisipasi individu, dan adanya perubahan dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanya role model yang ada di masyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan organisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan dengan masalah yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat serta aktivitas lain yang dapat dievaluasi melalui pengembangan koalisi, partisipasi masyaakat dalam dukungan untuk  mencapai tujuan, dan perubahan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap akan melakukan kegiatan di masyarakat/implementasi program, sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan kepeawatan komunitas, yang meliputi :
a.    Latar belakang, yang berisi kriteria komunitas, data yang perlu dikaji lebih lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan, dan masalah keperawatan komunitas yang terkait implementasi saat ini.
b.    Proses kepeawatan komunitas, yang beisi diagnosis keperawatan komunitas, tujuan umum, dan tujuan khusus.
c.    Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan target kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang dipergunakan, waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan beseta tugas, susunan acara, setting tempat acara.
d.    Kkriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil dengan menyebutkan target presentase pencapaian hasil yang diinginkan.
Pelaksanaan kegiatan puskesmas, dilakukan berdasarkan  POA Perkesmas yang telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas secara berkala dilaksanakan oleh Kepala Puskesmas dan Koordinator Perkesmas dengan melakukan diskusi tentang permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta melakukan penilaian setiap akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang  telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan.
a.    Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya Mini Bulanan dilakukan setiap bulan di Puskesmas, dihadiri oleh staf Puskesmas dan unit penunjangnya untuk membahas kinerja internal Puskesmas termasuk cakupan, mutu, pembiayaan, masalah, dan hambatan yang ditemui termasuk pelaksanaan perkesmas dan kaitannya dengan masalah lintas-program lainnya.
b.    Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya Mini Tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali , dipimpin oleh camat dan dihadiri oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas-sektor tingkat kecamatan untuk membahas masalah dalam pelaksanaan puskesmas termasuk perkesmas terkait dengan lintas-sektor dan permasalhan yang terjadi untuk mendapatkan penyelesaiannya.
c.    Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
Refleksi Diskusi Kasus (RDK) merupakan metode yang digunakan dalam merefleksikan pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses diskusi ini memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk merefleksikan pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa tekanan kelompok, terkondisi, setipa peserta saling mendukung, memberi kesempatan belajar terutama bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat (WHO 2003). RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadiri oleh perawat perkesmas di puskesmas untuk membahas tehnis perkesmas dalam pemberian asuhan keperawatan komunitas kepada individu atau keluarga atau kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat komunitas lebih meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah :
1)    Kelompok terdiri atas 5-8 orang
2)    Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi menjadi penyaji, dan sisanya sebagai peserta.
3)    Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal)
4)    Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait asuhan keperawatan dikomunitas yang menarik untuk dibahas dan didiskusikan perlu penanganan dan pemecahan masalah.
5)    Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya agar setiap peserta dapat saling bertatapan dan berkomunikasi secara bebas.
6)    Tidak boleh ada interuksi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam satu saat, peserta lainnya memperhatikan dan mendengarkan
7)    Tidak  diperkenalkan ada dominasi, kritik yang memojokkan peserta lainnya.
8)    Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara rutin.
9)    Setiap anggota secara bergiliran mendapatkan kesempatan sebagai fasilitator, penyaji dan anggota peserta diskusi.
10) Selama diskusi diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan dan terpojok yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta agar bisa menyampaikan pendapat mereka masing-masing (Achjar, 2012).
D.   Evaluasi
Evaluasi merupakn tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan informasi yang sistemik berkenan dengan program kerja dan efektifitas dari serangkaian program yang digunakn masyarakat yang terkait program kegiatan, karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (Achjar, 2012).
Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada perencanaan program dan pengambilan kebijakan tentang efektifitas dan efisien program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan untuk menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntunan masyarakat. Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah intervensi yang dilakukan efektif untuk msyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah sesuai dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat. Evaluasi ditujukan untuk menjawab apa yang terjadi kebutuhan masyarakat dan program apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan tepat, ada tindakan program perencanaan yang dapat diimplementasikan apakah program dapat menjangkau masyarakat, siapa yang menjadi target sasaran program, apakah program yang dilakukan da[at memenuhi kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga bertujuan mengidentifikasi masalah dan perkembangan program dan penyelesaiannya (Achjar, 2012).
Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah hasil program sudah sejalan dengan tujuan dan sasaran, memastikan biaya program, sumberdaya, dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program yang disusun sudha memenuhi kebutuhna masyarakat dengan membandingkan perbedaan program terkait keefektifannya (Achjar, 2012).
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan upaya pelayanan kesehatan. Evaluasi proses, difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan (Knowledge), sikap (attitude), dan perubahan perilaku masyarakat (Achjar, 2012).
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan balik selam program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Pengukuran efektifitas program di komunitas dapat dilihat berdasarkan:
a.    Pengukuran komunitas sebagai klien. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara mengukur kesehatan ibu dan anak mengukur kesehatan komunitas.
b.    Pengukuran komunitas sebagai pengalaman membina hubungan. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan pengukuran sosial dari determinan kesehatan.
c.    Pengukuran komunitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur tingkat keberhasilan pada keluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi dan sumber intervensi kegiatan (Achjar, 2012).

DAFTAR PUSTAKA


Achjar, Komang Ayu Henny. Asuhan keperawatan komunitas: teori dari praktik. Jakarta: EGC; 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar