Sabtu, 16 Mei 2015

Laporan Pendahuluan Fraktur 2014

BAB I
TINJAUAN TEORI

A.    PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial (PERMENKES RI, 2014).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar (PERMENKES RI, 2014).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
B.     ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1.      Cidera atau benturan
2.      Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3.      Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

C.    KLASIFIKASI FRAKTUR
1.      Klasifikasi klinis
a.       Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1)      Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2)      Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3)      Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4)      Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b.      Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, karena adamya perlukaan kulit. Fraktur terbuka ada 3 derajat :
1)      Derajat I
Luka <1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
2)      Derajat II
Luka >1 cm, kerusakan jaringan lunak, fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang
3)      Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
c.       Fraktur  dengan komplikasi,missal malunion, delayed, union. Nonunion, infeksi tulang.
(Nanda NIC NOC 2013)


2.      Berdasarkan  jumlah garis
a.       Simple fraktur    : terdapat satu garis fraktur
b.      Multiple fraktur             : lebih dari satu garis fraktur
c.       Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi fragmen kecil
3.      Berdasarkan luas garis fraktur
a.       Fraktur inkomplit: tulang tidak terpotong secara total
b.      Fraktur komplit  : tulang terpotong secara total
c.       Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak
4.      Berdasarkan bentuk fragmen
a.       Green stick : retak pada sebelah sisi tulang
b.      Frakur transversal : fraktur fragmen melintang
c.       Fraktur obligue  : fraktur fragmen miring
d.      Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
(Nanda NIC NOC 2013)

D.    TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
Pertama, nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Kedua, setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Ketiga, pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Keempat, saat ekstrimitas di periksa, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
Dan yang terakhir, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).
E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Foto polos
umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2.      Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3.      Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
(PERMENKES RI, 2014).
F.     PENATALAKSAAN
Menurut PERMENKES RI, 2014, penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:
1.      Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
2.      Pasang cairan untuk mengantisipasi kehilangan darah yang tidak terlihat misalnya pada fraktur pelvis dan fraktur tulang panjang
3.      Lakukan stabilisasi fraktur dengan spalk, waspadai adanya tanda-tanda kompartemen syndrome seperti odema, kulit yang mengkilat dan adanya nyeri tekan.

Sedangkan menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1.      Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2.      Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
3.      Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Gambar 3 : Pemasangan OREF pada tibia dan fibula

Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak
4.      Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

G.    KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Price dan Wilson, 2006 antara lain:
1.      Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a.       Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b.      Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c.       Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d.      Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e.       Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f.       Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001)
2.      Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan non union.
a.       Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b.      Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
c.       Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

H.    PATHWAY


        ( NANDA Aplikasi NIC NOC, 2013 )

I.       PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai macam meliputi:
1)      Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2)      Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
3)      Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik Muttaqin (2008)
4)      Nyeri / kenyamanan
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf (Gangguan sensibilitas). Spasme / kram otot (setelah imobilisasi), Sulit digerakkan, Deformitas, Bengkak , Perubahan warna , Kelemahan otot (PERMENKES RI, 2014).
5)      Pemeriksaan Fisik
1)      Inspeksi (look) Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus kulit. Anggota tubuh tdak dapat digerakkan.
2)      Palpasi (feel)
a)      Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.
b)      Nyeri tekan
c)      Bengkak
d)     Mengukur panjang anggota gerak lalu dibandingkan dengan sisi yang sehat.
e)      Gerak (move)
Umumnya tidak dapat digerakkan
(PERMENKES RI, 2014).
2.      Diagnosa keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
c.       Ketidakefektifan perfusi jarinhgan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang factor pemberat (merokok, gaya hidup), diabetes mellitus, hipertensi
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
e.       Resiko syok berhubungan dengan hipotensi, hipovolemi, hipoksemia, sepsis
f.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, radiasi, medikasi, perubahan pigmentasi
                                 i.      Defisit self care berhubungan dengan hambatan mobilitas

daftar pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar