BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Hidrokel
adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang
dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan tunika
vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014; p. 1324).
Hidrokel
adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan disebabkan oleh ruang paten
di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan
serosa antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang
mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013;
p.1).
Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena
terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica
vaginalis testis. Hidrokel
dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar (Kemenkes RI, 2013; h. 78-9).
Hidrokel adalah kumpulan cairan dalam area skrotum yang mengelilingi testis
(ADAM, 2012; p. 1).
Hidrokel adalah kumpulan cairan di antara lapisan viseralis dan parietal
tunika vaginalis testis atau di sepanjang funikulus spermatikus. (Kowalak dkk,
2011; h. 662).
Hidrokel
adalah penumpukan cairan berlebihan di antara cairan lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya
(Purnomo, 2010; h.19).
B. Anatomi
testis dan skrotum
Testis
merupakan dua organ glandula yang memproduksi semen, terdapat di dalam skrotum
dan digantung oleh fenikulus spermatikus. Pada janin, testis terdapat dalam
kavum abdominalis di belakang pertonium. Sebelum kelahiran akan turun ke
kanalis inguinalis bersama dengan fenikulus spermatikus kemudian masuk ke dalam
skrotum. Testis merupakan tempat dibentuknya spermatozoa dan hormon laki-laki,
terdiri dari belahan-belahan disebut lobulus testis (Syaifuddin, 2011; h. 574).
Testis
menghasilkan hormon testosteron yang menimbulkan sifat kejantanan setelah masa
pubertas, di samping itu folicle stimulanting hormone (FSH) dan lutein hormone
(LH). Testis dibungkus oleh :
1.
Fasia
sprematika eksterna, suatu membran yang tipis memanjang ke arah bawah di antara
fenikulus dan testis, berakhir pada cincin subkutan inguinalis.
2.
Lapisan
kresmasterika, terdiri dari selapis otot. Lapisan ini sesuai dengan M. Obliqus
abdominis internus dan kasies abdominus internus.
3.
Fascies
spermatika interna, suatu membran tipis dan menutupi fenikulus spermatikus. Fasia
ini akan berakhir pada cincin inguinalis interna bersama dengan fasia
transversalis. Lapisan otot ini sesuai dengan M. Obliqus abdominis internus dan
fasianya.
Pembuluh darah testis :
1.
Arteri
pudenda esterna pars superfisialis merupakan cabang dari arteri femoralis.
2.
Arteri
perinealis superfisialis cabang dari arteri pudenda interna.
3.
Arteri
kremasterika cabang dari arteri epigastrika inferior.
Untuk pembuluh darah vena mengikuti
arteri : persarafan meliputi N. Ilionguinalis, N. Lumboinguinalis cabang dari
pleksus lumbalis, dan N. Perinealis pars superfisialis (Syaifuddin, 2011; h. 575).
Skrotum adalah sepasang kantong yang
menggantung di dasar pelvis. Di depan skrotum terdapat penis dan di belakang
terdapat anus. Skrotum atau kandung buah pelir berupa kantong terdiri dari
kulit tanpa lemak dan memiliki sedikit jaringan otot. Pembungkusnya disebut
tunika vaginalis yang dibentuk dari peritonium skrotum yang mengandung pigmen,
di dalamnya terdapat kantong-kantong, setiap kantong berisi epididimis
fenikulus (Syaifuddin, 2011; h. 578).
Secara embriologis, lapisan visceral
dari tunika vaginalis berasal dari peritoneum perut dan mencakup anterior dua
pertiga dari testis, membentuk ruang potensial yang merupakan rangkaian rongga intra-abdominal
(Parks & Leung, 2013; h. 2).
Skrotum kiri tergantung lebih rendah
dari skrotum kanan. Skrotum bervariasi dalam beberapa keadaan, misalnya
pengaruh panas pada lansia, dan keadaan lemah, skrotum akan memanjang dan
lemas. Sedangkan dalam keadaan dingin dan pada orang muda akan memendek dan
berkerut. Skrotum terdiri dari dua lapisan :
1.
Kulit
: warna kecoklatan, tipis dan mempunyai flika / rugae, terdapat folikel sebasea
dikelilingi oleh rambut keriting yang akarnya terlihat melalui kulit.
2.
Tunika
dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum. Tunika
dartos ini membentuk septum yang membagi skrotum menjadi dua ruangan untuk
testis yang terdapat di bawah permukaan penis.
Pada skrotum terdapat M. Kremaster
yang muncul dari M. Obligue internus abdominalis yang menggantungkan testis dan
mengangkat testis menurut kemauan dan refleks ejakulasi (Syaifuddin, 2011; h. 579).
Gambar 1 Sistem reproduksi pria
Gambar 2 Anatomi normal pada skrotum
dan prosesus vaginalis
C. Etiologi
1.
Belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan atau belum sempurnanya sistem
limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrokel (Purnomo,
2010; h. 19).
2.
Ketidakseimbangan
antara produksi dan penyerapan cairan dalam membran serosa dari tunika
vaginalis (Borgmann, 2014; Parks & Leung, 2013).
D. Insiden
Di rumah sakit USA, insiden
hidrokel pada tahun 2009 tercatat ada 28% dari 17,178 juta orang pada unit
rawat inap. Sedangkan pada unit gawat darurat ada 36% dari 14,898 juta orang
yang mengalami hidrokel (Anonymous, 2013).
E. Klasifikasi
Menurut
Jenkins (2008) dalam Mahayani
dan Darmajaya (2012) dikatakan bahwa hidrokel diklasifikan menjadi lima
yaitu hidrokel komunikan, hidrokel nonkomunikan, hidrokel reaktif, hidrokel
pada cord, hidrokel pada canal of nuck, dan hidrokel abdominoskrotal.
Sedangkan
menurut Borgmann (2014: p. 280), hidrokel dapat
dikategorikan menjadi dua yakni hidrokel komunikan dan nonkomunikan. Hidrokel
nonkomunikan dikategorikan lagi menurut lokasinya yakni hidrokel testis,
hidrokel cord dan hidrokel abdominoscroctal.
1.
Hidrokel
komunikan
Melibatkan
PPV yang memanjang hingga ke dalam skrotum. Pada kasus ini PPV bersambung
dengan tunika vaginalis yang mengelilingi testis. Defek pada hidrokel ini lebih
kecil sehingga hanya terjadi akumulasi cairan (Jenkins, 2008 dalam Mahayani dan Darmajaya,
2012).
Terjadi karena adanya prosesus vaginalis yang terbuka yang
mengarah ke berbagai jumlah cairan serosa dalam testis cavum vaginalis. Risiko
jangka panjang hidrokel berkomunikasi adalah pengembangan hernia inguinalis. (Borgmann,
2014: p. 280)
2.
Hidrokel
nonkomunikan
Berisi
cairan yang terperangkap dalam tunika vaginalis pada skrotum. Prosesus
vaginalisnya tertutup sehingga cairan tidak dapat terhubung dengan ruang
abdomen. Hidrokel ini umum terjadi pada bayi, dan biasanya cairan akan
direabsorbsi sebelum umur 1 tahun.
3.
Hidrokel
reaktif
Hidrokel
nonkomunikan yang berkembang dari kondisi inflamasi pada skrotum.
4.
Hidrokel
pada cord
Terjadi
bila prosesus vaginalis menutup di atas testis, tetapi tetap ada hubungan kecil
dengan peritoneum. Pada hidrokel ini, terdapat sebuah daerah seperti kantung
pada inguinal canal yang terisi oleh cairan. Cairan ini tidak sampai masuk ke
dalam skrotum.
5.
Hidrokel
pada canal of nuck
Terjadi
pada wanita saat cairan terakumulasi di dalam prosesus vaginalis pada saluran
inguinal (Hata, dkk, 2004 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012; Jagdale, dkk, 2012).
Hal ini
dapat terjadi karena adanya rembesan fisiologis cairan intraperitoneal atau
hipersekresi atau bisa juga penyerapan dalam lapisan epitel pada segmen distal.
Secara klinis, hidrokel ini tanpa rasa sakit, tembus cahaya, berfluktuasi
(berubah-ubah), pembengkakan tidak dapat mengecil di daerah inguinalis dan
labio mayora (Jagdale, dkk, 2012).
6.
Hidrokel
abdominoscrotal terjadi karena pembukaan kecil pada prosesus vaginalis. Cairan
masuk ke dalam hidrokel dan terperangkap. Hidrokel akan terus membesar dan
suatu saat akan meluas ke atas menuju abdomen (Hata, dkk, 2004 dalam Mahayani dan Darmajaya,
2012).
F. Patofisiologi
Pada anatomi yang normal, dalam
perkembangannya, rongga skrotum anak laki-laki terhubung ke rongga perut
melalui struktur yang disebut prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis biasanya
menutup pada saat lahir, atau segera setelah lahir. Namun pada kasus hidrokel
prosesus vaginalis tidak menutup atau menutup setelah cairan dari perut telah
masuk ke dalam rongga skrotum. Kanal (kanalis inguinalis) antara rongga perut
(peritoneum) dan skrotum tetap terbuka. Cairan dari peritoneum memasuki kanal
dan skrotum dan menyebabkan pembengkakan skrotum (ADAM, 2012; p. 1).
H. Manifestasi Klinis
1.
Pasien
mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada hidrokel
testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan di kantong skrotum tidak
berubah sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat
berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. (Purnomo, 2010 : h.
19).
2.
Pembengkakan
skrotum dan rasa berat pada skrotum, ukuran yang lebih besar daripada ukuran
testis dan penumpukkan cairan pada massa yang flasid atau tegang (Kowalak, 2011
: 662).
3.
Ukuran
skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar, sehingga penis
tertarik dan tersembunyi. Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus.
Kadang-kadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu
komplikasi dengan chyle (chylocele),
darah (haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transiluminasi
dapat digunakan untuk membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa
komplikasi (Kemenkes RI, 2013; h. 79).
I. Pemeriksaan diagnostik
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang
paling penting sekiranya menemukan massa skrotum. Dilakukan di dalam suatu
ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum (ADAM, 2013)
Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi
sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang
mengandung cairan serosa, seperti hidrokel.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan
gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan
cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.
J. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Pre operasi hidrokel
Hidrokel dapat sembuh dengan
sendirinya karena penutupan spontan dari PPV (patent processus vaginalis) sesaat setelah lahir. Residu pada
hidrokel nonkomunikan tidak bertambah maupun berkurang dalam volume, dan tidak
terdapat tanda silk glove. Cairan pada hidrokel biasanya terserap kembali ke
dalam tubuh sebelum bayi berumur 1 tahun.
Oleh karena, observasi sering
diperlukan untuk hidrokel pada bayi. Hidrokel harus diobati apabila, tidak
menghilang setelah berumur 2 tahun menyebabkan rasa tidak nyaman, bertambah
besar atau secara jelas terlihat pertambahan atau pengurangan volume, apabila
tidak terlihat, dan terinfeksi (Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Hydrocelectomy adalah operasi untuk memperbaiki pembengkakan
skrotum yang terjadi ketika seseorang memiliki hidrokel. Pasien akan menerima
anestesi umum dan akan tertidur dan bebas rasa sakit selama prosedur. Dalam
bayi atau anak : dokter bedah membuat sayatan kecil di lipatan pangkal paha,
dan kemudian menguras cairan kantung (hidrokel)., kadang-kadang ahli bedah
menggunakan laparoskop untuk melakukan prosedur ini. Sebuah laparoskop adalah
kamera kecil yang ahli bedah memasukkan ke daerah melalui luka bedah kecil.
Kamera ini melekat pada monitor video. Dokter bedah membuat perbaikan dengan
instrumen kecil yang dimasukkan melalui pemotongan bedah kecil lainnya
(ADAM, 2013; p. 1).
Indikasi dilakukan pembedahan pada hidrokel : menjadi terlalu
besar, pembesaran
volume cairan hidrokel yang
dapat menekan pembuluh darah, terinfeksi
dan gagal
untuk hilang pada umur 1 tahun. Sebelum Prosedur anak akan diminta untuk berhenti makan dan
minum setidaknya 6 jam sebelum prosedur pembedahan (ADAM, 2013; p. 1).
2.
Penatalaksanaan Post
Operasi Hidrokel
Pemulihan dari operasi hidrokel umumnya tidak rumit.
Untuk kontrol rasa nyeri, pada bayi digunakan ibuprofen 10 mg/kgBB
setiap 6 jam dan asetaminofen 15 mg/kgBB setiap 6 jam, hindari
narkotik karena beresiko apnea (Van Veen, dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Untuk anak yang lebih tua diberikan asetaminofen dengan
kodein (1 mg/kgBB kodein) setiap 4-6 jam. Untuk dua minggu setelah operasi, posisi
straddle harus dihindari untuk mencegah pergeseran dari testis yang mobile keluar dari
skrotum dan menyebabkan cryptorchidism sekunder. Pada anak dalam masa berjalan,
aktifitas harus dibatasi sebisa mungkin selama satu bulan. Pada anak dalam masa sekolah,
aktivitas peregangan dan olahraga aktif harus dibatasi selama 4-6 minggu (Van Veen,
dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Oleh karena sebagian besar
operasi hidrokel dilakukan dengan basis rawat jalan, pasien dapat kembali bersekolah
segera saat sudah terasa cukup nyaman (biasanya 1-3 hari setelah
operasi) (Mahayani dan Darmajaya, 2012).
K. Pengkajian Keperawatan
1.
Anamnese
Berkaitan
dengan lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu
bervariasi baik waktu istirahat maupun dalam keadaan emosional (menangis,
ketakutan).
2.
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada
posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan
pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan (dapat
mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan
tekanan intarabdominal.
Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup
balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada
abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya
sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan. Hidrokel dapat dibedakan dengan
hernia melalui beberapa cara :
a. Pada pemeriksaan fisik dengan
transiluminasi hidrokel berwarna merah terang, dan hernia gelap
b. Hidrokel pada saat diinspeksi terdapat
benjolan yang hanya di skrotum
c. Auskultasi pada hidrokel tidak ada
bising usus, pada hernia ada bising usus
d. Pada saat dipalpasi hidrokel teraba
seperti kistik, tetapi pada hernia teraba kenyal
e. Hidrokel tidak dapat didorong, hernia
dapat didorong.
3. Lakukan transiluminasi test
Transiluminasi adalah sorotan dari
sebuah lampu secara terus menerus pada area tubuh atau organ untuk memeriksa
adanya kelainan. Sediakan lampu kamar yang redup atau dimatikan sehingga area
tubuh dapat dilihat lebih jelas, ambil
senter, pegang skrotum, sorot dari bawah, bila sinar merata atau menyala pada
bagian skrotum, maka isinya cairan (ADAM, 2013).
4. Kaji setelah pembedahan berupa
infeksi, perdarahan, disuria dan drainase.
L. Diagnosa keperawatan
1.
Pre operasi
a.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pembengkakan
skrotum
b.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
bentuk skrotum.
c.
Ansietas pada orangtua b.d perubahan status kesehatan
d.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar
dengan sumber informasi tentang penyakit
2.
Post operasi
a.
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit
jaringan, trauma pembedahan
b.
Resiko infeksi b.d prosedur invansif (luka post op)
c.
Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi post op
d.
Ansietas berhubungan dengan lingkungan hospitalisasi
e.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar
dengan perawatan luka saat di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Hydrocele repair-series. 9 Oktober 2012
[Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:05 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Hydrocele repair. 9 Oktober 2012
[Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:13 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Hydrocele. 9 Oktober 2012 [Diakses
tanggal 31 Desember 2014 06:17 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Incidence and prevalence hydrocele. 9
Januari 2013 [Diakses tanggal 26 Desember 2014 21:04 WIB]. Didapat dari http://proquest.com
Anonymous. Male reproduction anatomy. 19 September
2011 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:07 WIB]. Didapat dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Transillumination. 14 Oktober 2013.
[Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:14 WIB]. Didapat dari : http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Borgmann
H. Urology at a glance. Berlin:
Springer; 2014. p. 279-280.
Direktoral
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan
RI. Informasi pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Jakarta : Kemenkes RI; 2013. h. 78-9.
Divisi Andrology /
Men’s Health. Dalam : Purnomo B B, Daryanto B, Seputra K P. Pedoman diagnosis & terapi SMF urologi
labolatorium ilmu bedah. Malang : RSU Dr. Saiful Anwar / Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2010.
Herdman, T. Heather. NANDA internasional diagnosa keperawatan
definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC; 2012. h. 445-7; 604.
Hidayat A. A A. Pengantar
kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan buku 1. Jakarta : Salemba Medika; 2008. h.
Jagdale R, Agrawai S, Chhabra S, Jewan
S Y. Hydrocele of the nuck : value of
radiological diagnosis. 1 Juni 2012 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:08
WIB]. Didapat dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
Kowalak J P, Welsh
W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi.
Jakarta : EGC; 2011. h. 574-5; 578-9.
Lewis S L, Dirksen
S R, Heitkemper M M, Bucher L. Medical-surgical
nursing : assessment and management of clinical problems Ninth edition.
Canada : Elsevier Mosby; 2014. p. 1324.
Nurarif
A H, Kusuma H. Aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC jilid 1.
Yogyakarta : Mediaction Publishing; 2013. h. 323-4; 345-6.
Parks K, Leung L. Recurrent hydrocele. Januari – Maret
2013. [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:10 WIB]. Didapat dari : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc
Speer K M. Rencana
asuhan keperawatan pediatrik dengan clinical pathways Edisi 3. Jakarta :
EGC; 2008. h. 60; 107; 138-9; 297-8;
303-4.
Syaifuddin. Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis
kompetensi untuk kepererawatan & kebidanan. Jakarta : EGC; 2011. h.
574-5; 578-9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar