Selasa, 19 Mei 2015

Laporan pendahuluan hidrokel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian
Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014; p. 1324).
Hidrokel adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan disebabkan oleh ruang paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan serosa antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013;  p.1).
Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar (Kemenkes RI, 2013; h. 78-9).
Hidrokel adalah kumpulan cairan dalam area skrotum yang mengelilingi testis (ADAM, 2012; p. 1).
Hidrokel adalah kumpulan cairan di antara lapisan viseralis dan parietal tunika vaginalis testis atau di sepanjang funikulus spermatikus. (Kowalak dkk, 2011; h. 662).
Hidrokel adalah penumpukan cairan berlebihan di antara cairan lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya (Purnomo, 2010; h.19).

B.   Anatomi testis dan skrotum
Testis merupakan dua organ glandula yang memproduksi semen, terdapat di dalam skrotum dan digantung oleh fenikulus spermatikus. Pada janin, testis terdapat dalam kavum abdominalis di belakang pertonium. Sebelum kelahiran akan turun ke kanalis inguinalis bersama dengan fenikulus spermatikus kemudian masuk ke dalam skrotum. Testis merupakan tempat dibentuknya spermatozoa dan hormon laki-laki, terdiri dari belahan-belahan disebut lobulus testis (Syaifuddin, 2011; h. 574).
Testis menghasilkan hormon testosteron yang menimbulkan sifat kejantanan setelah masa pubertas, di samping itu folicle stimulanting hormone (FSH) dan lutein hormone (LH). Testis dibungkus oleh :
1.    Fasia sprematika eksterna, suatu membran yang tipis memanjang ke arah bawah di antara fenikulus dan testis, berakhir pada cincin subkutan inguinalis.
2.    Lapisan kresmasterika, terdiri dari selapis otot. Lapisan ini sesuai dengan M. Obliqus abdominis internus dan kasies abdominus internus.
3.    Fascies spermatika interna, suatu membran tipis dan menutupi fenikulus spermatikus. Fasia ini akan berakhir pada cincin inguinalis interna bersama dengan fasia transversalis. Lapisan otot ini sesuai dengan M. Obliqus abdominis internus dan fasianya.
Pembuluh darah testis :
1.    Arteri pudenda esterna pars superfisialis merupakan cabang dari arteri femoralis.
2.    Arteri perinealis superfisialis cabang dari arteri pudenda interna.
3.    Arteri kremasterika cabang dari arteri epigastrika inferior.
Untuk pembuluh darah vena mengikuti arteri : persarafan meliputi N. Ilionguinalis, N. Lumboinguinalis cabang dari pleksus lumbalis, dan N. Perinealis pars superfisialis (Syaifuddin, 2011; h. 575).
Skrotum adalah sepasang kantong yang menggantung di dasar pelvis. Di depan skrotum terdapat penis dan di belakang terdapat anus. Skrotum atau kandung buah pelir berupa kantong terdiri dari kulit tanpa lemak dan memiliki sedikit jaringan otot. Pembungkusnya disebut tunika vaginalis yang dibentuk dari peritonium skrotum yang mengandung pigmen, di dalamnya terdapat kantong-kantong, setiap kantong berisi epididimis fenikulus (Syaifuddin, 2011; h. 578).
Secara embriologis, lapisan visceral dari tunika vaginalis berasal dari peritoneum perut dan mencakup anterior dua pertiga dari testis, membentuk ruang potensial yang merupakan rangkaian rongga intra-abdominal (Parks & Leung, 2013; h. 2).
Skrotum kiri tergantung lebih rendah dari skrotum kanan. Skrotum bervariasi dalam beberapa keadaan, misalnya pengaruh panas pada lansia, dan keadaan lemah, skrotum akan memanjang dan lemas. Sedangkan dalam keadaan dingin dan pada orang muda akan memendek dan berkerut. Skrotum terdiri dari dua lapisan :
1.    Kulit : warna kecoklatan, tipis dan mempunyai flika / rugae, terdapat folikel sebasea dikelilingi oleh rambut keriting yang akarnya terlihat melalui kulit.
2.    Tunika dartos : berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum. Tunika dartos ini membentuk septum yang membagi skrotum menjadi dua ruangan untuk testis yang terdapat di bawah permukaan penis.
Pada skrotum terdapat M. Kremaster yang muncul dari M. Obligue internus abdominalis yang menggantungkan testis dan mengangkat testis menurut kemauan dan refleks ejakulasi (Syaifuddin, 2011; h. 579).
Gambar 1 Sistem reproduksi pria

Gambar 2 Anatomi normal pada skrotum dan prosesus vaginalis
C.   Etiologi
1.    Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrokel (Purnomo, 2010; h. 19).
2.    Ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan dalam membran serosa dari tunika vaginalis (Borgmann, 2014; Parks & Leung, 2013).
3.    Bisa juga karena trauma, infeksi, atau proses neoplastik (Parks & Leung, 2013).
D.   Insiden
Di rumah sakit USA, insiden hidrokel pada tahun 2009 tercatat ada 28% dari 17,178 juta orang pada unit rawat inap. Sedangkan pada unit gawat darurat ada 36% dari 14,898 juta orang yang mengalami hidrokel (Anonymous, 2013).
E.    Klasifikasi
Menurut Jenkins (2008) dalam Mahayani dan Darmajaya (2012) dikatakan bahwa hidrokel diklasifikan menjadi lima yaitu hidrokel komunikan, hidrokel nonkomunikan, hidrokel reaktif, hidrokel pada cord, hidrokel pada canal of nuck, dan hidrokel abdominoskrotal.
Sedangkan menurut Borgmann (2014: p. 280), hidrokel dapat dikategorikan menjadi dua yakni hidrokel komunikan dan nonkomunikan. Hidrokel nonkomunikan dikategorikan lagi menurut lokasinya yakni hidrokel testis, hidrokel cord dan hidrokel abdominoscroctal.


1.    Hidrokel komunikan
Melibatkan PPV yang memanjang hingga ke dalam skrotum. Pada kasus ini PPV bersambung dengan tunika vaginalis yang mengelilingi testis. Defek pada hidrokel ini lebih kecil sehingga hanya terjadi akumulasi cairan (Jenkins, 2008 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Terjadi karena adanya prosesus vaginalis yang terbuka yang mengarah ke berbagai jumlah cairan serosa dalam testis cavum vaginalis. Risiko jangka panjang hidrokel berkomunikasi adalah pengembangan hernia inguinalis. (Borgmann, 2014: p. 280)
2.    Hidrokel nonkomunikan
Berisi cairan yang terperangkap dalam tunika vaginalis pada skrotum. Prosesus vaginalisnya tertutup sehingga cairan tidak dapat terhubung dengan ruang abdomen. Hidrokel ini umum terjadi pada bayi, dan biasanya cairan akan direabsorbsi sebelum umur 1 tahun.
3.    Hidrokel reaktif
Hidrokel nonkomunikan yang berkembang dari kondisi inflamasi pada skrotum.
4.    Hidrokel pada cord
Terjadi bila prosesus vaginalis menutup di atas testis, tetapi tetap ada hubungan kecil dengan peritoneum. Pada hidrokel ini, terdapat sebuah daerah seperti kantung pada inguinal canal yang terisi oleh cairan. Cairan ini tidak sampai masuk ke dalam skrotum.


5.    Hidrokel pada canal of nuck
Terjadi pada wanita saat cairan terakumulasi di dalam prosesus vaginalis pada saluran inguinal (Hata, dkk, 2004 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012; Jagdale, dkk, 2012).
Hal ini dapat terjadi karena adanya rembesan fisiologis cairan intraperitoneal atau hipersekresi atau bisa juga penyerapan dalam lapisan epitel pada segmen distal. Secara klinis, hidrokel ini tanpa rasa sakit, tembus cahaya, berfluktuasi (berubah-ubah), pembengkakan tidak dapat mengecil di daerah inguinalis dan labio mayora (Jagdale, dkk, 2012).
6.    Hidrokel abdominoscrotal terjadi karena pembukaan kecil pada prosesus vaginalis. Cairan masuk ke dalam hidrokel dan terperangkap. Hidrokel akan terus membesar dan suatu saat akan meluas ke atas menuju abdomen (Hata, dkk, 2004 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
F.    Patofisiologi

Pada anatomi yang normal, dalam perkembangannya, rongga skrotum anak laki-laki terhubung ke rongga perut melalui struktur yang disebut prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis biasanya menutup pada saat lahir, atau segera setelah lahir. Namun pada kasus hidrokel prosesus vaginalis tidak menutup atau menutup setelah cairan dari perut telah masuk ke dalam rongga skrotum. Kanal (kanalis inguinalis) antara rongga perut (peritoneum) dan skrotum tetap terbuka. Cairan dari peritoneum memasuki kanal dan skrotum dan menyebabkan pembengkakan skrotum (ADAM,  2012; p. 1).


H.   Manifestasi Klinis
1.    Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan di kantong skrotum tidak berubah sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. (Purnomo, 2010 : h. 19).
2.    Pembengkakan skrotum dan rasa berat pada skrotum, ukuran yang lebih besar daripada ukuran testis dan penumpukkan cairan pada massa yang flasid atau tegang (Kowalak, 2011 : 662).
3.    Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar, sehingga penis tertarik dan tersembunyi. Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus. Kadang-kadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu komplikasi dengan chyle (chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi (Kemenkes RI, 2013; h. 79).
I.      Pemeriksaan diagnostik
1.    Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa skrotum. Dilakukan di dalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum (ADAM, 2013) Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel.

2.    Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.

J.    Penatalaksanaan Medis
1.    Penatalaksanaan Pre operasi hidrokel
Hidrokel dapat sembuh dengan sendirinya karena penutupan spontan dari PPV (patent processus vaginalis) sesaat setelah lahir. Residu pada hidrokel nonkomunikan tidak bertambah maupun berkurang dalam volume, dan tidak terdapat tanda silk glove. Cairan pada hidrokel biasanya terserap kembali ke dalam tubuh sebelum bayi berumur 1 tahun.
Oleh karena, observasi sering diperlukan untuk hidrokel pada bayi. Hidrokel harus diobati apabila, tidak menghilang setelah berumur 2 tahun menyebabkan rasa tidak nyaman, bertambah besar atau secara jelas terlihat pertambahan atau pengurangan volume, apabila tidak terlihat, dan terinfeksi (Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Hydrocelectomy adalah operasi untuk memperbaiki pembengkakan skrotum yang terjadi ketika seseorang memiliki hidrokel. Pasien akan menerima anestesi umum dan akan tertidur dan bebas rasa sakit selama prosedur. Dalam bayi atau anak : dokter bedah membuat sayatan kecil di lipatan pangkal paha, dan kemudian menguras cairan kantung (hidrokel)., kadang-kadang ahli bedah menggunakan laparoskop untuk melakukan prosedur ini. Sebuah laparoskop adalah kamera kecil yang ahli bedah memasukkan ke daerah melalui luka bedah kecil. Kamera ini melekat pada monitor video. Dokter bedah membuat perbaikan dengan instrumen kecil yang dimasukkan melalui pemotongan bedah kecil lainnya (ADAM, 2013; p. 1).
Indikasi dilakukan pembedahan pada hidrokel : menjadi terlalu besar, pembesaran volume cairan hidrokel yang dapat menekan pembuluh darah, terinfeksi dan gagal untuk hilang pada umur 1 tahun. Sebelum Prosedur anak akan diminta untuk berhenti makan dan minum setidaknya 6 jam sebelum prosedur pembedahan (ADAM, 2013; p. 1).

2.       Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel

Pemulihan dari operasi hidrokel umumnya tidak rumit. Untuk kontrol rasa nyeri, pada bayi digunakan ibuprofen 10 mg/kgBB setiap 6 jam dan asetaminofen 15 mg/kgBB setiap 6 jam, hindari narkotik karena beresiko apnea (Van Veen, dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).

Untuk anak yang lebih tua diberikan asetaminofen dengan kodein (1 mg/kgBB kodein) setiap 4-6 jam. Untuk dua minggu setelah operasi, posisi straddle harus dihindari untuk mencegah pergeseran dari testis yang mobile keluar dari skrotum dan menyebabkan cryptorchidism sekunder. Pada anak dalam masa berjalan, aktifitas harus dibatasi sebisa mungkin selama satu bulan. Pada anak dalam masa sekolah, aktivitas peregangan dan olahraga aktif harus dibatasi selama 4-6 minggu (Van Veen, dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).

Oleh karena sebagian besar operasi hidrokel dilakukan dengan basis rawat jalan, pasien dapat kembali bersekolah segera saat sudah terasa cukup nyaman (biasanya 1-3 hari setelah operasi) (Mahayani dan Darmajaya, 2012).

K.   Pengkajian Keperawatan
1.    Anamnese
Berkaitan dengan lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu bervariasi baik waktu istirahat maupun dalam keadaan emosional (menangis, ketakutan).
2.    Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan intarabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan. Hidrokel dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara :
a.    Pada pemeriksaan fisik dengan transiluminasi hidrokel berwarna merah terang, dan hernia gelap
b.    Hidrokel pada saat diinspeksi terdapat benjolan yang hanya di skrotum
c.    Auskultasi pada hidrokel tidak ada bising usus, pada hernia ada bising usus
d.    Pada saat dipalpasi hidrokel teraba seperti kistik, tetapi pada hernia teraba kenyal
e.    Hidrokel tidak dapat didorong, hernia dapat didorong.
3.    Lakukan transiluminasi test
Transiluminasi adalah sorotan dari sebuah lampu secara terus menerus pada area tubuh atau organ untuk memeriksa adanya kelainan. Sediakan lampu kamar yang redup atau dimatikan sehingga area tubuh dapat dilihat lebih jelas,  ambil senter, pegang skrotum, sorot dari bawah, bila sinar merata atau menyala pada bagian skrotum, maka isinya cairan (ADAM, 2013).
4.    Kaji setelah pembedahan berupa infeksi, perdarahan, disuria dan drainase.

L.    Diagnosa keperawatan
1.    Pre operasi
a.    Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pembengkakan skrotum
b.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk skrotum.
c.    Ansietas pada orangtua b.d perubahan status kesehatan
d.    Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi tentang penyakit

2.    Post operasi
a.    Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan
b.    Resiko infeksi b.d prosedur invansif (luka post op)
c.    Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi post op
d.    Ansietas berhubungan dengan lingkungan hospitalisasi
e.    Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan perawatan luka saat di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Hydrocele repair-series. 9 Oktober 2012 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:05 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Hydrocele repair. 9 Oktober 2012 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:13 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Hydrocele. 9 Oktober 2012 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:17 WIB]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Incidence and prevalence hydrocele. 9 Januari 2013 [Diakses tanggal 26 Desember 2014 21:04 WIB]. Didapat dari http://proquest.com
Anonymous. Male reproduction anatomy. 19 September 2011 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:07 WIB]. Didapat dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Anonymous. Transillumination. 14 Oktober 2013. [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:14 WIB]. Didapat dari : http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Borgmann H. Urology at a glance. Berlin: Springer; 2014. p. 279-280.
Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI. Informasi pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta : Kemenkes RI; 2013. h. 78-9.
Divisi Andrology / Men’s Health. Dalam : Purnomo B B, Daryanto B, Seputra K P. Pedoman diagnosis & terapi SMF urologi labolatorium ilmu bedah. Malang : RSU Dr. Saiful Anwar / Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; 2010.
Herdman, T. Heather. NANDA internasional diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC; 2012. h. 445-7; 604.
Hidayat A. A A. Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan buku 1. Jakarta : Salemba Medika; 2008. h.
Jagdale R, Agrawai S, Chhabra S, Jewan S Y. Hydrocele of the nuck : value of radiological diagnosis. 1 Juni 2012 [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:08 WIB]. Didapat dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
Kowalak J P, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC; 2011.  h. 574-5; 578-9.
Lewis S L, Dirksen S R, Heitkemper M M, Bucher L. Medical-surgical nursing : assessment and management of clinical problems Ninth edition. Canada : Elsevier Mosby; 2014. p. 1324.
Nurarif A H, Kusuma H. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Publishing; 2013. h. 323-4; 345-6.
Parks K, Leung L. Recurrent hydrocele. Januari – Maret 2013. [Diakses tanggal 31 Desember 2014 06:10 WIB]. Didapat dari : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc
Speer K M. Rencana asuhan keperawatan pediatrik dengan clinical pathways Edisi 3. Jakarta : EGC; 2008. h. 60; 107; 138-9; 297-8; 303-4.
Syaifuddin. Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk kepererawatan & kebidanan. Jakarta : EGC; 2011. h. 574-5; 578-9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar